TANJUNGPINANG (RIAUPOS.CO) - Rangkaian iven akbar Festival Sungai Carang (FSC) 2014 sempena hari jadi Kota Tanjungpinang ke 230 tahun ditutup dengan penuh kesemarakan. Kegiatan pamungkas digelar di Pelantaran Gedung Daerah Tanjungpinang, Sabtu (4/1) dan ditutup secara resmi oleh Gubenur Kepri, Muhammad Sani.
Meskipun semarak FSC 2014 telah usai seiring berakhirya kegiatan, namun semangat untuk mewujudkan Ibu Kota Provinsi Kepri, Tanjungpinang seperti Kota Melaka tidak akan pernah padam. Itu merupakan tekad bulat yang disampaikan Chairman Riau Pos Grup, Rida K Liamsi saat menyampaikan kata sambutan pada malam penutupan tersebut. Dikatakannya, iven ini merupakan inspirasinya sejak empat tahun yang lalu. Dengan bertungkus lumus dan masih banyak kekurangan disana sini, kegiatan bisa terlaksana.
‘’Kita sudah memulai dan ini tidak boleh berhenti. Kalau kita ingin menjadi sebuah negeri yang betul-betul berkomitmen menegakkan pancang kebudayaan melayu itu, kegiatan harus terus berjalan. Kita nobatkan ini bahagian bunda tanah Melayu. Saya berharap apa yang telah kita buat bersama-sama ini akan terus berkelanjutan pada masa yang akan datang. Pak Gubernur telah berjanji 2015 akan jadi, saye juga, begitu juga dengan wali kota Tanjungpinang,’’ tutur Rida.
Karnaval perahu hias yang diikuti empat puluh empat perahu yang saat ini digelar pada siang hari, untuk pelaksanaan pada tahun yang akan datang akan digelar pada malam hari. Sehingga Sungai Carang yang menjadi urat nadi pada waktu itu lebih bersinar. ‘’Saya sudah janji akan membantu terus, berupaya dengan teman-teman Batam Pos Grup dan Riau Pos Grup akan sedaya upaya membuat festival ini menjadi lebih baik dan semarak lagi,’’ tegas penggagas utama FSC tersebut.
Dikatakannya, dalam pelaksanaan FCS 2014 ini ditemukan beberapa hal penting, bahagian pertama adalah pada pembacaan gurindam yang dilakukan 230 pelajar di Tanjungpinang ini ternyata memberikan ruang kepada mereka untuk berekspresi bagaimana membaca gurindam dua belas tersebut dengan berbagai gaya. Sehingga menjadi satu kesenian yang modern. ‘’Bapak-bapak sudah kita lihat tadi, mereka memulai membaca gurindam dengan marawis, ada yang membaca dengan gitar. Kemarin ada juga yang membacanya dengan bersembang sambil bermain congkak. Hal itu melihatkan bisa berbagai cara untuk membuat gurindam tersebut tetap hidup. Tidak mati diatas kertas, tidak terhenti dikelas sekolah,’’ papar Rida.
Lebih lanjut, lukisan 230 meter yang dibuat oleh 230 siswa akan terus diabadikan dimuseum. Karena dulunya pernah melakukan hal serupa, namun bukti sejarahnya hilang entah kemana. Berangkat dari pengalaman tersebut, Rida berjanji akan menyimpan hasil karya para pelajar tersebut dan kemas dengan baik.Sehingga tidak rusak, atau dimakan rayap. Tentunya pada tahun yang akan datang bisa dibentang kembali. (rpg)