BATAM (RP) - Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam akhirnya mengungkap kasus penyelundupan 17 kontainer barang yang diangkut KM Kelud dari pelabuhan Beton Sekupang Batam ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, bulan lalu.
BC Batam mengaku sudah mengetahui aksi penyelundupan itu, namun mereka tak bisa mencegah karena diintimidasi teman-teman pemilik/pengurus barang yang menguasai pelabuhan.
”Terpaksa kami izinkan barang-barang tersebut masuk ke kapal melalui berita acara untuk menghindari bentrok dengan mereka yang menghalang-halangi petugas BC Batam,” kata Kabid Penindakan dan Penyidikan, (P2) Bea Cukai (BC) Batam, Kunto Prasti, kemarin (3/12) .
Kunto mengungkapkan, belum sempat anggotanya mengecek dokumen barang tersebut, sudah diintimidasi dan dihalang-halangi. ”Coba kalau petugas kami bersikeras, pasti akan terjadi keributan yang tak diinginkan,” katanya.
Kunto juga menyebutkan, tidak semua dari 17 kontainer barang itu ilegal. Barang yang merugikan negara justru ada di jaring kapal yang tak masuk dalam kontainer. Seperti mesin Harley Davidson, Ferrari, bahan peledak, barang elektronik, alat kesehatan, kosmetik, rokok impor dan mikol. ”Hanya sebagian yang tak berdokumen,” katanya.
Meski lolos di Sekupang, pihaknya mengontak BC di Tanjung Priok agar menahan barang tersebut. ”Ini cara yang memang dipersyaratkan dan diaturan dalam kerja BC,” ujar Kunto.
Ditanya siapa sebetulnya pemilik barang selundupan tersebut dan siapa bosnya di Batam? Kunto tak mau menyebut namanya. ”Ah wartawan di Batam pada tahu, dari tahun ke tahun itu-itu juga pemainnya,” terang Kunto.
Pihak BC Batam sendiri menegaskan, sama sekali tak ada niat membiarkan barang tersebut lolos. ”Saat itu kami sudah berusaha menertibkan dan akan mengecek dokumen barang itu. Namun, puluhan rekan pemilik barang sudah bersiaga dan menghalang-halangi petugas kami yang akan memeriksa barang dan dokumen. Apalagi petugas kami kalah jumlah dibanding mereka,” kata Kunto.
Awalnya pihak BC Batam yang ada di pelabuhan, sudah mengantisipasi agar barang yang ada dalam kontainer maupun yang ada di jaring kapal tak langsung masuk ke kapal.
Bentuk antisipasi itu adalah berkoordinasi dengan nahkoda kapal agar menurunkan tangga jalan satu saja bukan dua-duanya. Juga melarang menurunkan jaring kapal untuk barang yang akan diangkut dalam kapal.
Hanya berselang hitungan menit, puluhan rekan pemilik barang bersiaga mengusasai pelabuhan. Mereka menghalang-halangi petugas dan mereka bergerak hendak mengangkut seluruh barang selundupan ke kapal.
Ternyata permintaan BC Batam agar tangga jalan tak diturunkan semua, berikut jaring-jaring barang, mendapat pertentangan rekan pemilik barang yang sudah emosi. Bahkan, beberapa diantara mereka nekat naik ke dalam kapal dan meminta Nahkoda tetap menurunkan tangga dan jaring barang yang ada di kapal Kelud. Mendapat tekanan dan pertentangan, akhirnya nahkoda kapal pun mengikuti permintaan puluhan rekan pemilik barang.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyita 17 kontainer barang selundupan dari Batam menggunakan kapal Pelni, KM Kelud ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/11) lalu.
Namun kasus ini baru diekspos BC, Kamis (29/11). Nilai barang selundupan ditaksirkan sebesar Rp 500 miliar. Sementara kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 100 miliar dari bea masuk dan PPN yang tidak dibayarkan atas barang-barang tersebut.
BC Tanjung Priok sempat meminta bantuan BIN dan TNI. Sebab BC khawatir tidak bisa menyita barang tersebut lantaran dibekingi aparat yang diduga berpangkat tinggi. KM Kelud yang biasanya disandarkan di terminal Nusantara Pura Pelindo dialihkan ke Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok. Petugas kemudian naik ke atas kapal lalu menyita barang-barang tersebut. Sebelum barang disita seluruh penumpang kapal diturunkan terlebih dulu.
Barang-barang itu dimasukkan ke dalam kontainer dicampur dengan barang-barang yang mempunyai dokumen resmi. Dari total 5.338 paket terdapat 3.140 paket yang tidak dilindungi dokumen yang sah.
Saat ini kasus tersebut sedang dalam proses penyidikan oleh KPBC Tipe A Tanjung Priok dan Direktorat P2. Apabila tidak diurus dalam waktu tertentu maka akan menjadi Barang Milik Negara (BMN) yang pengalihannya menjadi kewenangan Menteri Keuangan. (gas/rpg)