DPD Kecewa SK Menteri Kehutanan

Pendidikan | Jumat, 04 Oktober 2013 - 09:11 WIB

BATAM (RP) - Komite II DPD RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Kehutanan RI terkait terbitnya SK Menhut No 463 di kantor DPD RI di Sekupang, Kamis (3/10).

Sejumlah anggota DPD RI menyebut Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan telah membohongi masyarakat khususnya masyarakat Batam. Mereka mengecam Menhut karena tidak memasukkan kajian tim terpadu dalam keputusannya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tujuh orang anggota komite II DPD yang hadir dalam rapat kerja ini adalah Djasarmen Purba, selaku Ketua Advokasi Komite 2, Azis dari Sumsel, Bahar Ngitung dari Sulawesi Selatan, Abdul Jabar Toba dari Sulawesi Tenggara, Arianti Baramuli dari Sulawesi Utara, Mursid dari Aceh dan Gusti Farid dari Kalimantan Selatan. Hadir juga Hardi Hood, anggota Komite III DPD RI Asal Batam.

Sementara dari Kemenhut hadir Ir Masyud MM, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan RI. Hadir juga Ketua Kadin Batam Ahmad Maruf Maulana, Ketua Real Estat Djaja Roeslim dan Ampuan Situmeang, Kepala Badan Pertanahan Kota Batam, Deputi Bidang Pengusahaan Sarana BP Batam I Wayan Subawa, dan puluhan warga Batam.

Rapat diawali dengan memberikan presentasi hasil kajian tim terpadu yang tidak dimasukkan dalam SK Menhut.

Dalam peta hasil kajian tim tersebut, terlihat bahwa Menhut mengabaikan kajian tim terpadu yang meminta pemutihan sejumlah lahan di Batam termasuk di wilayah Batam Center, Nagoya, Batuampar, Batuaji dan Tanjunguncang.

Di awal rapat, Gusti Farid, DPD asal Kalimantan dengan tegas mengatakan Menhut adalah pembohong.

‘’Ia sudah membohongi warga. Kenapa ia tidak memasukkan kajian tim padu serasi dalam SK Menhut tersebut. Kalau memang itu tidak diperlukan, kenapa tim terpadu itu harus ada,’’ katanya.

Menurut Farid, tim terpadu atau pun tim padu serasi itu adalah perpanjangan Kemenhut untuk melakukan kajian masalah hutan di Batam.

Selain itu, SK Menhut itu terbit tanpa melihat langsung kondisi di lapangan.

‘’Di mana-mana Batam ini sudah pemukiman padat penduduk, tetapi tetap masuk kawasan hutan. Dan sesuai laporan luas kawasan hutan di Batam juga sudah lebih dari 30 persen, ketentuan yang diatur undang-undang,’’ katanya.

Djasarmen Purba, selaku ketua advokasi komite II dengan tegas meminta agar SK Menhut tersebut direvisi. Menurutnya Menhut terlalu egois dengan tidak memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan kekhususan Batam.

Ia mengatakan dengan terbitnya SK tersebut, maka Batam sudah tidak ada kekhususan. ‘’Lalu Batam ini apa, kalau kekhususannya saja dirubuhkan oleh Menhut,’’ katanya.

Bahar Ngitung, DPD Asal Sulawesi Selatan mengatakan Menhut sebelum terbitnya SK Menhut tersebut mungkin tidak melakukan koordinasi yang baik dengan pihak pemerintah kota atau pun Badan Pengusahaan (BP) Batam.

‘’Menhut jangan korbankan kepentingan masyarakat umum,’’ katanya.

Lebih keras lagi Azis, Wakil Ketua Komite II DPD RI asal Sumsel mengatakan seharusnya SK Menhut tersebut harus batal karena tidak prosedural dan tidak sesuai dengan peraturan yang ada di atasnya.

Dalam penerbitan SK tersebut, Azis juga menuding Zulkifli Hasan tidak melihat aspek sosiologisnya.

‘’Undang-undang atau hukum itu berlaku kalau ada unsur sosiologinya. Masa menerbitkan SK, tetapi mengorbankan ratusan ribu penduduk,’’ katanya.

Menurut Azis, Menhut mengabaikan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas. Menhut juga dinilai mengabaikan Perpres Nomor 87 tahun 2011 tentang Tata Ruang BBK, serta mengaibaikan Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 tentang Penetapan Daerah Industri Pulau Batam.

Hardi S Hood, anggota Komite III DPD RI Asal Kepri yang juga mengaku sebagai korban mengharapkan SK Menhut tersebut segera dibatalkan atau pun direvisi.

Menurutnya, hak masyarakat harus dikembalikan kepada masyarakat. Menurutnya SK Menhut tersebut melecehkan masyarakat Kepri khususnya Batam.

‘’Lihat tangisan semua warga. Mereka hendak mengagunkan rumah tetapi sertifikatnya tidak diterima bank. Ada juga warga yang rumahnya sudah lunas, tetapi tidak ada sertifikatnya,’’ katanya.

Menurutnya, dalam mengambil keputusan, Menhut terkesan semena-mena, tanpa mempertimbangkan hasil kajian dari tim terpadu.

‘’Sudah habis miliaran rupiah untuk tim terpadu itu, tetapi kenapa itu tidak dihargai,’’ tambahnya.

Sementara itu Masud, Direktur Perencanaan Kavling Hutan mengatakan terbitnya SK Menhut tersebut didasarkan kepada UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurutnya, tidak dimasukkannya Perpres Nomor 87 tahun 2011 dan Keppres No 41 tahun 1973 sebagai pertimbangan, dikarenakan SK Menhut tersebut berlaku untuk keseluruhan Kepulauan Riau.

‘’Kalau peraturan-peraturan yang lainnya itu kan sifatnya untuk Batam saja sedangkan SK itu untuk Kepri keseluruhan,’’ katanya.

Masud juga mengatakan bahwa Menhut tidak pernah memasukkan daerah Batam sebagai kawasan hutan. ‘’Bukan dimasukkan, tetapi ini memang dulu hutan,’’ katanya.

Meski demikian, ia mengaku bahwa Menteri Kehutanan punya wewenang untuk penetapan hutan tersebut. Tetapi ketika diminta tanggapan mengenai Menhut yang tidak mau memutihkan kawasan pemukiman, kawasan industri dan galangan kapal, Masud tidak mau berkomentar.

‘’Kalau masalah itu, langsung ke Menteri saja,’’ katanya.

Seusai menggelar rapat terbuka sekitar tiga jam, rombongan akhirnya melakukan tinjauan ke lapangan. Dengan beriringan. Peninjauan lapangan dimulai ke kawasan industri di Tanjunguncang, setelah itu ke pusat perbelanjaan Aviari dan kemudian ke taman makam pahlawan.

Saat melakukan tinjauan, Masud tidak berkomentar sama sekali. Ia hanya diam, dan mengatakan akan membawa semua keluhan dari masyarakat Batam ke pusat.

‘’Saya sudah lihat langsung. Pertemuan hari ini akan langsung saya sampaikan ke Pak Menteri,’’ katanya.

Warga Segel Kantor DPD Sekupang

Rapat Kerja Komite II DPD RI bersama Kementerian Kehutanan di kantor DPD Sekupang diwarnai kericuhan, Kamis (3/10). Puluhan warga menyegel kantor DPD RI Sekupang dengan spanduk berisi tuntutan warga.

Mereka mendesak rapat tersebut menghasilkan keputusan yang berpihak kepada warga Batam.

Warga yang ikut dalam rapat tersebut meminta semua anggota DPD, pihak Kementerian Kehutanan dan semua pejabat yang ikut rapat tersebut untuk membuat surat pernyataan agar pihak bank menerima sertifikat rumah mereka sebagai agunan.

‘’Kami menyegel kantor sampai pihak kementerian memberikan kepastian hukum yang memihak masyarakat. Karena SK itu membuat 20.000 rumah di Batam menjadi hutan lindung,’’ kata Lubis, perwakilan warga.

Dalam segel tersebut juga dituliskan tuntutan masyarakat yaitu menolak SK Menhut, Kota Batam bukan hutan lindung dan meminta Menteri mencabut SK Menhut No.463/Menhut-II/2013.

Akhirnya, Ampuan Situmeang, perwakilan Apindo akhirnya meminta seluruh peserta rapat, termasuk perwakilan Menteri Kehutanan Ir Masyhud MM, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Surat itu sebagai rekomendasi kepada pemerintah pusat agar masyarakat bisa mengagunkan sertifikatnya.

‘’Jadi surat ini harus ditembuskan ke semua petinggi di pusat termasuk presiden. Harus ada legal memorandum. Ini untuk memperkuat tuntutan kita,’’ katanya.(ian/mng)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook