Gubernur Perjuangkan Revisi SK Menhut

Pendidikan | Rabu, 02 Oktober 2013 - 12:49 WIB

TANJUNGPINANG (RP) - Dengan berbekal bukti tertulis dan bukti tidak tertulis, hari ini, Rabu (2/10) Gubernur Kepri, HM Sani berangkat ke Jakarta untuk melakukan pembicaraan ke Komisi IV DPR RI, terkait upaya untuk merevisi kembali SK Menhut 463 tahun 2013 yang telah meresahkan masyarakat Batam, Tanjungpinang dan daerah di Kepri lainnya.

Sebagai bentuk persiapan sebelum keberangkatan tersebut, Selasa (1/10) kemarin, Sani telah melakukan pertemuan tertutup dengan sejumlah kabupaten/ Kota di Kepri. Terlihat hadir pada pertemuan tersebut adalah Ketua BP Batam, Mustafa Widjaya, Bupati Bintan, Ansar Ahmad, Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Syahrul, Sekda Kabupaten Anambas.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Ketika ditemui sebelum rapat itu, Sani mengatakan kalau sebelumnya terkait polimik masalah alih fungsi hutan lindung yang terjadi di Kepri, seperti Batam, Tanjungpinang dan Bintan telah ia sampaikan ke Wakil Presiden, Boediono di sela-sela kunjungan kerja, Jumat (27/9) lalu.    

‘’Yang jelas terkait masalah SK Menhut No 463 telah kita sampaikan ke Wapres, tapi jawabnya nanti kita pelajari. Kita juga menyampaikan kalau di beberapa daerah tersebut merupakan kawasan-kawasan FTZ. Karena ini menjadi hambatan untuk kemajuan pembangunan,’’ ungkap Sani.

Dikatakannya, kalau Komisi IV DPR RI mempercepat pertemuan untuk pembahasan masalah ini. Karena semulanya pertemuan tersebut dijadwalkan (16/10) mendatang. Akan tetapi pertemuan tersebut akan dilakukan besok (hari ini, red) di DPR RI. Sebagai bekal dalam pertemuan itu nanti, hasil dalam pertemuan bersama ini yang berupa data-data tertulis dan tidak terlulis itu yang akan dibawa sebagai rujukan untuk disampaikan ke Komisi IV DPR RI.

‘’Bagaimana hasilnya besok (hari ini, red) akan kita ketahuai bersama. Karena Komisi IV DPR RI sudah mempercepat pertemuannya. Apakah dihadiri dari Kemenhut atau tidaknya kita belum tahu,’’ jelas Sani.

Syahrul Wakil Wali Kota Tanjungpinang mengatakan kalau di Tanjungpinang yang dikatakan sebagai hutan lindung adalah Sei Pulai dan Bukit Kucing. Dalam pertemuan bersama gubernur ini pihaknya akan memperlihatkan sejumlah bukti-bukti tertulis dan bukti tidak tertulis.

‘’Di Tanjungpinang hanya sekitar 16 KM yang bisa dilakukan tata batas, sedangkan selebihnya tidak bisa dilakukan lagi, karena sudah menjadi pemukiman. Tentunya pemukiman tersebut sudah dilengkapi dengan bukti kepelikan lahannya. Ada 40.584 persil kepemilikan lahan yang kita data,’’ ujar Syahrul.

Begitu juga terkait permasalahn FTZ yang juga masuk ke dalam status hutan lindung seperti yang disebutkan dalam SK Menhut tersebut. Padahal untuk penggunaan lahan tersebut sudah diatur dalam peraturan. Sehingga pihaknya menilai kalau Menhut terlalu prematur mengeluarkan SK tersebut tanpa melihat secara konkritnya.

‘’Saya kira kita sudah punya syarat-syarat cuma belum lengkap. Kalau bukti tertulisnya ada alas hak, hak guna bangunan, hak milik, hak pakai, surat tebas, sampai hak gendong (jaman belanda), serta gran sultan. Kita juga sudah menggandeng Badan Pertahanan Nasional (BP) dalam hal ini,’’ jelasnya.

Selain itu ia juga menyinggung mengenai penetapan Penyengat sebagai hutan konversi produksi. Padahal daerah tersebut merupakan daerah peninggalan sejarah yang sudah ada sebelum negara ini berdiri.

‘’Jelas makam-makam yang ada dan bangunan sejarahnya memperlihatkan kalau daerah tersebut merupakan daerah pemukiman. Namun, demikian pihaknya masih tetap menempuh jalur kooperatif dulu,’’ tegasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam, Mustafa Widjaya ketika dikonfirmasi terkait pertemuan tersebut ia enggan menjawab pertanyaan wartawan, dengan dalih tidak membawa data-data. Ditanya apakah ikut bersama gubernur untuk menemui DPR RI hari ini, Mustafa mengatakan kalau tidak ia tahu apakah ikut atau tidak.

‘’Belum tahu apakah ikut atau tidak,’’ ucapnya singkat sambil meninggalkan kantor Gubernur Kepri.(rpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook