PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI), menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2018 terkait adanya kerugian negara yang terjadi di lima daerah di Riau. Total kerugian negara tersebut jika ditotal mencapai Rp1,7 triliun.
Tindak lanjut tersebut dilakukan dengan cara menggelar rapat bersama lima daerah yang mendapatkan catatan BPK tersebut, di antaranya Pemerintah Kabupaten Siak, Bengkalis, Indragiri Hulu, Kota Dumai dan Pemerintah Provinsi Riau, di Kantor Gubernur Riau, Rabu (30/1) siang.
Jika dirincikan, total kerugian negara tersebut, yakni Pemerintah Provinsi Riau Rp972,4 miliar, Kabupaten Bengkalis Rp271,2 miliar, Kabupaten Inhu Rp 240,8 miliar, Kota Dumai Rp71,7 miliar dan Kabupaten Siak Rp145,8 miliar.
Ketua BAP DPD RI, Gafar Usman mengatakan, rapat ini dilakukan untuk mendapatkan pandangan yang komprehensif mengenai permasalahan temuan BPK yang belum ditindaklanjuti pemerintah daerah di Riau, karena itu pihaknya memandang hal ini perlu mengadakan rapat kerja.
“Kami ingin memperoleh informasi sejauh mana rekomendasi BPK telah ditindaklanjuti oleh masing-masing pemerintah daerah guna menjamin bahwa pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara yang merugikan,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam rapat tersebut pihaknya juga ingin mendapatkan penjelasan mengenai langkah-langkah dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemprov Riau, Pemda di Riau dalam menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan BPK, khususnya yang menyangkut kasus-kasus yang dapat mengakibatkan kerugian negara dan daerah.
“Ini juga dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang APBN maupun dalam rangka tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK yang keduanya diamanatkan oleh UUD 1945,” jelasnya.
Karena menurutnya, sesuai dengan kewenangan BAP DPD RI perihal pengawasan, maka Riau salah satu yang menjadi pengawasan pihaknya terkait hasil temuan BPK.
“Kami juga pertanyakan sudah berapa temuan BPK yang ditindaklanjuti. Kemudian yang belum ditindaklanjuti. Kami minta kepastian kapan bisa diselesaikan. Kemudian kelima daerah itu menyanggupi paling lama ditindaklanjuti Juni tahun ini,” sebutnya.
Untuk temuan yang tidak bisa ditindaklanjuti, demikian Gafar Usman, pihaknya menyiapkan diri kepada daerah untuk mediasi kepada BPK pusat. Namun itu tentunya harus melampirkan syarat administrasi.
“Misalnya orangnya sudah meninggal, tentu harus ada bukti meninggal, lalu ahli warisnya tidak mampu membayar hasil temuan BPK, tentu harus ada surat keterangan tidak mampu,” ujarnya.
Menurut Gafar Usman, selama syarat-syarat tersebut dipenuhi, sesuai kewenangan pihaknya akan memperjuangan dan mediasi ke BPK pusat.
“Sedangkan kalau menyangkut regulasi, kenapa yang bersangkutan tak sanggup membayar karena ada aturan. Kami akan membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan menjadi masukan dalam perubahan undang-undang,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Riau Evandes Fajri mengatakan, salah satu yang menyebabkan ditemukannya kerugian negara tersebut yakni adanya rekanan yang menghilang di tengah kontrak kerja dan tidak bisa dihubungi lagi.
“Kalau kaitannya dengan pejabat, ada majelis tuntutan ganti rugi namanya. Nanti dipanggil yang bersangkutan diminta untuk memberikan jaminan ganti rugi tanah atau rumah sesuai dengan jumlah kerugian negara,” jelasnya.(sol)