KOTA (RIAUPOS.CO) - Besaran jumlah denda bagi masyarakat yang kedapatan membuang sampah sembaran dan tidak pada waktunya bakal dikurangi. Pengurangan nominal dari sanksi tegas tersebut bertujuan agar penerapan di lapangan berjalan maksimal.
Semula, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru berencana memberlakukan denda berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Pekanbaru Nomor 8/2014 tentang Pengelolaan Sampah, yakni sebesar Rp2,5 juta. Akan tetapi angka itu dinilai cukup besar, sehingga dikhawatirkan masyarakt tidak mampu membayar.
Selain denda, ada sanksi tindak pidana ringan (tipiring) berupa kurungan penjara. Namun, pada pelaksanaan diperkirakan memakan proses cukup lama. Mengingat mesti harus dipersidangkan. Maka solusinya, pemko mengganti aturan penerapan denda dengan Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru, Zulfikri mengatakan, konsep penerapan sanksi denda tidak berdasarkan perda melainkan perwako. Hal ini lakukan karena adanya beberapa pertimbangan. Di antaranya, jumlah denda yang dinilai terlalu besar, sehingga bila diberlakukan akan tidak efektif. Lalu pada perda tersebut, bila masyarakat tidak mampu membayar denda maka diterapkan tindak pidana ringan (tipiring).
“Kalau dendanya terlalu besar, masyarakat tidak sanggup membayar. Mereka beralasan tidak punya uang. Kita tipiring, ini prosesnya memakan waktu lama. Selain itu jika perda, uangnya masuk ke kas negara. Kami Ingin uang itu masuk ke kas daerah dan jadi PAD,” ujar Zulfikri kepada Riau Pos, Rabu (29/8).
Dengan kondisi ini, sambung dia, pihaknya merubah pemberlakuan sanksi berdasarkan perwako. Diterangkan Zulfikri, dalam perwako tersebut masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan tidak pada waktu dikenakan denda berkisar Rp100 ribu hingga Rp1 juta. Besaran denda disesuaikan dengan berat sampah yang dibuang.
“Minimal dendanya Rp100 ribu. Semakin banyak jumlah sampah yang dibuang, makin besar denda yang dikenakan,” papar Zulfikri.
Lanjut dia, pihaknya telah melakukan studi banding ke Kota Surabaya. Sebab kota itu merupakan satu-satu di Indonesia yang menerapkan denda bagi masyarakat buang sampah sembarangan.
“Di Surabaya itu denda mulai Rp75 ribu. Besaran denda semakin besar tergantung berat sampah. Sedangkan kota yang menerapkan denda dan tipiring itu Depok dan Bogor. Tapi pelaksanaannya tidak efektif,” jelasnya.
Pada pelaksanaan di lapangan, ditambahkannya, dilakukan oleh Satpol PP. “Masyarakat buang sampah langsung didenda. Uang itu disetorkan ke kas daerah. Kami akan buka rekening khusus menampung uang denda sampah,” imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikan Zulfikri, pengurangan besaran denda bukan meringankan sanksi bagi yang melanggar aturan. “Untuk mewujudkan Pekanbaru bersih, perlu kesadaran masyarakat. Tapi kalau tidak diiringi sanksi denda sulit terwujud,” jelas Zulfikri.
Terpisah, Kabag Hukum dan Perundang-undangan Setko Pekanbaru Syamsuwir mengatakan, perwako tentang pemberlakuan denda sampah telah selesai dibahas. “Sudah selesai. Ada beberapa pasal yang akan difinalisasi,” jelasnya.
Dalam perwako terdapat beberapa aturan yang menerangkan besaran denda berdasarkan jumlah sampah yang dibuang. “Banyak, macam-macam variabel dan klasifikasinya. Seperti besaran denda dan jumlah tonase sampah dibuang. Misalnya berat sampah yang dibuang sekitar lima kilogram, segini denda diberikan. Begitu selanjutnya,” ungkapnya.
Dia menargetkan Perwako tersebut dalam waktu dekat akan segera disahkan Wali Kota Pekanbaru. “Jika finalisasi selesai, kami ajukan ke Pak Wali untuk disahkan. Sehingga bisa diberlakukan,” pungkasnya.(rir)