PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sejumlah saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan terkait dugaan korupsi terdakwa Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (25/10). Sebagian besar saksi mengaku terpaksa menyetor uang ke M Adil. Di sidang kemarin terungkap, Adil meminta uang potongan anggaran pada Bagian Umum Setda Kepulauan Meranti setiap kali ada pencairan Ganti Uang (GU) dan Uang Persediaan (UP). Di bidang ini, setiap pencairan mencapai Rp3 miliar.
Dengan permintaan potongan sebesar 10 persen, maka setiap pencairan Adil mengeruk Rp300 juta. Hal itu disampaikan Kepala Bagian (Kabag) Umum Setda Meranti Tarmizi saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Muhammad Adil di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (25/10).
Ternyata Adil tidak puas dan tetap minta lebih. Soal permintaan tambahan Adil ke Kabag Umum terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya kepada Tarmizi. ‘’Selain yang potongan GU dan UP, apakah terdakwa ada permintaan lain,’’ tanya JPU.
Tarmizi menjawab ada. Besarannya mencapai Rp25 juta. Permintaan itu bila M Adil ada keperluan untuk perjalanan dinas. ‘’Setiap kali berangkat, Rp25 juta. Bisa sebulan dua kali,’’ kata Tarmizi.
Ketika ditanya apakah uang Rp25 juta itu bagian dari potongan yang mencapai Rp300 juta itu. Tarmizi memastikan uang itu di luar uang hasil potongan anggaran. ‘’Apakah saudara tahu untuk apa uang itu digunakan, kan anggaran untuk perjalanan dinas sudah ada,’’ lanjut JPU bertanya. Tarmizi menjawab tidak tahu penggunaan uang Rp25 juta, maupun uang potongan anggaran yang mencapai Rp300 juta sekali pencairan tersebut. Tapi dia tahu bahwa uang perjalanan dinas, makan dan minum bupati sudah dianggarkan sendiri.
Total potongan anggaran di Bagian Umum Setda Kabupaten Kepulauan Meranti mencapai Rp2,4 miliar. Hal ini bila dihitung dari kesaksian Tarmizi kemarin yang menyerahkan potongan sampai 8 kali. Setoran itu dimulai pada Juni 2022 hingga Maret 2023. Setoran dilakukan hampir tiap bulan, kecuali dua bulan pada 2022 dengan jumlah total setoran mencapai Rp1,5 miliar. Sementara pada 2023 sebesar Rp900 juta.
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kepulauan Meranti Afrinal Yusran juga ikut menyerahkan uang potongan permintaan terdakwa. Ia mengaku sempat keberatan Yusran tetap memberikannya karena ada tekanan dari yang bersangkutan.
Menurut Yusran, permintaan pemotongan 10 persen UP dan GU itu disampaikan langsung oleh bupati didampingi mantan plt Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Fitria Nengsih. Saat itu, dia dipanggil Bupati Adil ke rumah dinas.
“Ada rasa keberatan saya karena penggunaan anggaran itu, perjalanan dinas kepala daerah untuk Pak Bupati. Sekitar 80 orang yang bertugas di protokol dan humas. Tapi karena ada tekanan dan paksaan. Pertimbangan lainnya anak saya sedang sakit,” kata Yusran.
Bupati Adil, kata saksi ini, mengisyaratkan kalau tidak bisa menyerahkan pemotongan berarti tidak bisa menjadi kepala bagian. “Pak Adil menyampaikan kalau tidak bisa memenuhi, berarti tidak bisa sebagai kepala bagian,” ungkapnya di persidangan.
Yusran melanjutkan, uang itu diserahkan ada yang langsung ke Adil, yaitu pada 2023. Sementara pada 2022 sebelumnya uang potongan diserahkan ke Nengsih. Sampai Februari 2023, total Bagian Protokol telah menyerahkan uang sebesar Rp270,5 juta hasil potongan anggaran itu. Atas keterangan Yusran itu, M Adil yang diberi kesempatan majelis hakim menanggapi dan memberikan bantahan, terutama soal adanya tekanan. “Pernyataan Yusran yang menyampaikan ada tekanan dan dipaksa itu tidak benar,” kata M Adil.
Menanggapi itu, Yusran bergeming. Ketika dipersilakan hakim menanggapi kembali, dirinya menyatakan tetap pada keterangannya. “Saya tetap pada keterangan saya Yang Mulia,” tegasnya. Saksi lainnya, Kepala Dinas Perikanan Eldi Saputra menjadi yang paling sedikit menyetor. Dalam keterangannya, Eldi hanya menyetorkan sebanyak dua kali. Yaitu pada Juni 2022 sebesar Rp20 juta. Perintah setoran itu diakuinya berawal dari pesan Nengsih.
‘’Ini perintah pimpinan kata dia (Nengsih, red). Saya diskusi dengan jajaran dan juga coba kroscek ke dinas lain, hampir sama (perintah pemotongan, red),’’ kata Eldi.
Setelah setoran yang pertama itu, Eldi mengaku tidak mau lagi melakukan pemotongan. Namun dia mengaku terus mendapat tekanan dan didesak. Hingga baru menyetor kembali sebesar Rp40 juta pada November 2023. ‘’2023 saya dicopot,’’ kata Eldi.
Kemudian JPU KPK bertanya, setelah tidak menjabat Kepala Dinas Perikanan, menjabat apa. Kemudian, JPU juga bertanya, apakah dicopot karena menolak menyetor seperti yang lain. ‘’Informasi yang beredar begitu, saya jadi staf biasa,’’ kata Eldi.
Terkait pernyataan nonjob karena tak mau menyetor 10 persen pencairan GU dan UP ini disanggah Adil. Menurutnya, bukan itu alasan Eldo di-nonjob-kan jadi staf biasa. ‘’Dia jarang hadir Yang Mulia,’’ sebut Adil setelah sebelumnya bertanya kepada Eldi apakah ada Kepala Dinas dicopot karena tidak menyetor.
Tarmizi, Yusran dan Eldi merupakan bagian dari beberapa saksi yang dihadirkan JPU KPK dari pagi hingga menjelang sore itu. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta dengan Hakim Anggota Salomo Ginting dan Adrian HB Hutagalung itu juga menghadirkan sejumlah bendahara. Kebanyakan dari mereka hanya menguatkan pernyataan para atasan mereka.(end)