Biarlah Karya Mencari Pembacanya Sendiri

Pekanbaru | Rabu, 26 Juni 2013 - 08:49 WIB

Laporan DESRIANDI CANDRA, Pekanbaru  desriandicandtra@riaupos.co

Bedah buku kumpulan cerpen ‘’Tunggu Aku di Sungai Duku’’ karya Harry B Kori’un yang berlangsung di aula DKR, Kompleks Bandar Serai Raja Ali Haji, Selasa (25/6) berlangsung dalam kebersamaan antar komunitas sastra yang ada di Riau.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

SPN Marhalim Zaini yang membuka acara tersebut menyebutkan bahwa Rumah Menulis Paragraf akan terus melaksanakan kegiatan serupa ini guna menumbuhkembangkan cara baca kita terhadap buku terutama buku-buku yang telah dihasilkan oleh penulis Riau.

‘’Siapa lagi kalau bukan kita yang akan memperbincangkan atau mendiskusikan buku-buku yang telah terbit oleh penulis Riau ini? Dari hasil diskusi inilah nantinya akan mengubah cara kita membaca dan menghargai sebuah buku,’’ papar Marhalim.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PWI Riau, Dheny Kurnia. Dia menyambut baik acara serupa ini yang memang dari dulu Riau sering sekali mengadakan helat begini.

‘’Tradisi bedah buku, diskusi, pementasan baca puisi dan teater sememang dari dulu telah dilakukan sehingga hal itulah yang menyebabkan seniman dari Riau pada era dekade 80-an dikenal samapi ke tingkat nasional bahkan Asia Tenggara. Maka dengan acara beginilah seharusnya kita sama-sama kembalikan kejayaan Riau,’’ papar Deni yang pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Riau dekade 80-an itu.

Sementara itu, M Badri yang ditunjuk sebagai pembicara menyebutkan bahwa karya sastra merupakan cermin dari realitas suatu masyarakat. Mewakili zamannya dan penulis sesungguhnya adalah perekam sejarah.

‘’Seperti halnya Hary B Kori’un yang menurut saya merupakan salah seorang perekam sejarah dan fenomena yang ada di Riau yang tentu saja dapat kita temukan dari kumpulan cerpen ‘’Tunggu Aku di Sungai Duku’’ ini.

Di sela-sela diskusi juga, M Badri menjelaskan bahwa latar belakang Hary B Kori’un sebagai jurnalistik tidak mempengaruhi bentuk tulisannya terhadap karya sastra.

‘’Justru data-data yang diperolehnya dari jurnalistik memperkuat ceritanya yang tidak hanya berasal dari imajinasi. Nasari yang disampaikannya oleh Hary adalah narasi sastra, bentuknya yang barangkali sastra jurnalistik.

Disampaikannya juga bahwa tema yang ditulis Hary dalam buku ini, membincangkan persoalan cinta, lingkungan, arogansi aparat, penyelewengan kekuasaan, kesetiaan, dan berbagai realitas dan ironi yang ada di negeri ini.

‘’Bahkan tidak hanya itu, persoalan asap juga terdapat di dalam buku tersebut. Itulah makanya kadangkala penulis itu seperti mampu meramalkan sesuatu yang terjadi di masa depan,’’ paparnya sambil tertawa.

Harry B Kori’un dalam pengakuannya menyebutkan bahwa ia tidak bisa melepaskan kedekatannya dari negeri Riau ini Karena hal itu berkaitan dengan pengalaman yang telah ia dapatkan di Riau. Ia juga menambahkan bahwa Riau ini absurd.

''Bagi saya Riau ini sendiri absurd, misalnya saja, hanya karena asap di Riau, negara tetangga Malaysia, Singapura menjadi kacau dan Presiden harus mintaa maaf hanya karena Riau kan ?’’ ujarnya.

Ditambahkannya bahwa keabsurdan inilah yang kemudian mengantarkan dirinya mencari ruang-ruang yang lain untuk dituangkan ke dalam karya sastra.

‘’Saya berpeluh betul menulis cerita di buku-buku ini dan saya bersyukur justru dunia jurnalistik inilah yang menuntun saya kepada data-data yang kemudian saya oleh menjadi karya sastra,’’ ujarnya.

Sebagai penulis buku ‘’Tunggu Aku di Sungai Duku’’ , Hary B Koriun berharap dalam proses berkaryanya bahwa setiap karya yang dihasilkannya biarlah karya itu yang mencari pembacanya sendiri.

‘’ Seperti yang dilakukan Rumah Menulis Paragraf, ini saya kira salah satu cara bagaimana karya itu mencari pembacanya sendiri. Terima kasih Paragraf’’ ujarnya kemudian.(*6/eca)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook