USAHA TIM DOKTER SELAMATKAN BAYI KEMBAR SIAM LANGKA

‘’Bayi Dalam Kondisi Tidak Mungkin Dipisahkan’’

Pekanbaru | Rabu, 25 Juli 2012 - 09:49 WIB

 ‘’Bayi Dalam Kondisi Tidak Mungkin Dipisahkan’’
Kembar siam yang lahir di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (Foto: Humas RSUD)

Laporan HENDRAWAN, Pekanbar

Kelahiran bayi kembar siam di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada Jumat (20/7) lalu terbilang langka.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Di dunia, kelahiran dengan kondisi ini hanya ditemukan 1:300.000. Lalu, bagaimana peluang hidup bayi yang diberi nama Bastian ini?

Ketika pertama kali mengungkapkan kondisi bayi kembar siam langka, anak pasangan Arman dan Martini ini, tim dokter RSUD Arifin Achmad tidak banyak bicara.

Tim hanya memberikan keterangan sesuai diagnosa awal sejak sang ibu di-USG hingga akhirnya bayi lahir melalui operasi caesar, Jumat (20/7) lalu.

Total ada sembilan dokter dalam tim yang dibentuk sejak beberapa tahun terakhir ini. Mulai dari spesialis bedah anak dr Tubagus Odih SpBA yang mengetuai tim ini, konsultan dr M Yusuf SpOG dan tujuh dokter spesialis lainnya dari berbagai keahlian seperti spesialis jantung dan paru.

Tim ini memang jauh-jauh hari dipersiapkan oleh RSUD Arifin Achmad untuk menghadapi kasus-kasus bayi kembar siam.

Saat ini dokter menjaga suhu sekitar bayi agar stabil dalam boks khusus dalam ruangan Perinatologi yang steril. Walau secara medis peluang hidup bayi ini tipis bahkan untuk mencapai usia anak-anak, namun tim dokter tetap optimis. Kondisi terahir bayi dilaporkan per pukul, Selasa (24/7) pukul 16.15 WIB petang, kondisi bayi masih belum stabil dan cenderung fluktuatif.

‘’Yang penting langkah kita menyelamatkan nyawa bayinya terlebih dahulu,’’ itulah jawaban Ketua Tim Dokter Dr Tubagus Odih SpBA saat pertama kali memberikan keterangan kepada wartawan sehari setelah kelahiran bayi langka yang hanya ditemui 1:300.000 kelahiran di seluruh dunia ini.

Dokter terus memantau kondisi bayi, dengan lima kelainan sejak lahir yaitu tanpa anus (malformasi anorectal), memiliki tiga tangan dan kaki (dicephalus paraphagus), anus terbelah (epispadia), jantung dan hatinya satu (omphalocele), serta kandung kemih di luar (extrophia vesicae).

Saat ditanyai wartawan soal penanganan lanjutan bila bayi sudah stabil, dan apakah mungkin bayi akan dirujuk untuk tindakan operasi pemisahan, Dr Odih hanya menjawab dengan suara pelan dan sayup-sayup.

‘’Belum ada rencana dirujuk ke tempat lain dan belum ada wacana operasi pemisahan, karena bayi dalam kondisi yang tidak mungkin dipisahkan,’’ ujarnya tampa banyak memberikan keterangan.

Dr Odih dan timnya memang tidak muluk-muluk. Hambatan besar dalam operasi pemisahan ini adalah menyatunya jantung, liver dan alamat kelamin. Secara kasat mata saja, bayi bisa dilihat dempet mulai dari bahu hingga pusar yang berujung pada kelamin, berjenis lelaki, yang terbelah. Kondisi ini juga menyebabkan anus tidak tumbuh dengan sempurna, hanya berupa fitsula untuk mengeluarkan feses.

‘’Setelah bayi ini stabil, langkah pertama adalah operasi pembentukan anus,’’ jelas dr Odih saat pertama kali ditanyai soal kemungkinan langkah operasi. Namun belakangan, tindakan medis operasi anus ini urung dilakukan. Dokter Odih beralasan, kondisi bayi belum stabil dan kinerja fitsula yang berfungsi megelurkan feses atau Buang Air Besar (BAB) bekerja cukup baik dibaik ketidaksempurnaannya.

Sejauh ini tim medis belum mengambil langkah lebih lanjut berkaitan dengan bedah.

‘’Dalam waktu dekat kita akan melakuan CT-Scan untuk mengetahui kelainan apa saja yang dimiliki bayi secara detail. Sedangkan untuk pemisahan kedua bayi kembar, saya rasa tidak mungkin,’’ sebutnya lagi.

Sementara itu, ayah si bayi Arman terlihat masih shock dengan kenyataan ini. Terakhir kali bertemu wartawan, Arman terlihat pucat dan sungguh tidak banyak bicara, perasaannya campur aduk. Yang dia tahu, kondisi bayinya dalam keadaan tidak sempurna dan berharap penanganan dokter yang intensif.

‘’Tidak ada firasat apa-apa, kami hidup normal seperti biasa seperti saat melahirkan anak-anak yang lain,’’ jawab Arman lemah, namun gelagatnya cepat-cepat ingin meninggalkan wartawan. Arman mengaku, istrinya baru sekali melakukan USG, itupun ketika sudah di RSUD.

Arman tidak berharap banyak setelah sama-sama mendapat penjelasan dari tim dokter bersama wartawan. Arman, seperti halnya sang istri, hanya ingin dokter mengambil dan mengusahakan yang terbaik bagi bayi mereka ini.

Arman dan istri saat ini setidaknya dapat bernafas lega karena seluruh pembiayaan ditanggung rumah sakit melalui biaya Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Pemerintah Provinsi Riau.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook