PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau baru saja menggelar rapat paripurna penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pajak dan Restribusi Daerah. Ranperda ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 1/2022 tentang Pembagian Keuangan Pusat dan Daerah.
Penyelesaian Ranperda inipun diwajibkan rampung dua tahun setelah UU terbit. Jika dilihat dari tahun terbit, maka sebelum 5 Januari 2024, Ranperda dimaksud sudah harus selesai dan diundangkan. Hal ini sebagaimana diungkapkan Anggota DPRD Riau Fraksi PAN Mardianto Manan, Rabu (23/8).
“Pada paripurna kemarin kan saya sempat menyatakan memang agak terkesan terlambat saja. Setelah saya konfirmasi itu katanya kebersamaan antara DPRD dan provinsi juga. Prosesnya dimasukkan ke Bapemperda diolah, kemudian ke pemprov dari pemprov ke kita,” paparnya.
Sejak paripurna terhitung hingga deadline penyelesaian, maka DPRD memiliki waktu lima bulan saja untuk menyelesaikan Perda tersebut. Apabila tidak selesai, maka akan berimplikasi terhadap pajak dan retribusi daerah yang tidak bisa diambil oleh Pemprov Riau. Maka dari itu, dia mengingatkan rekan sekoleganya agar bisa bekerja maksimal.
“Jadi ingatan kita tidak hanya ke pemprov saja. Namun kita juga di DPRD bisa bekerja maksimal. Supaya waktu yang tinggal 5 bulan lagi harus maksimal,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, DPRD Provinsi Riau menggelar Rapat Paripurna dengan beberapa agenda, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Riau, Senin (21/8) lalu. Wakil Gubernur Riau (Wagubri), Brigjen TNI (purn) Edy Natar Nasution menyampaikan penyusunan Ranperda PDRD merupakan amanat Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah.
“Selanjutnya, berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah, telah tertuang pokok-pokok kebijakan dan ketentuan yang lebih rinci terkait Pajak Dareah dan Retribusi Daerah,” katanya.
Dijelaskan, adapun pokok-pokok kebijakan pajak dan tetribusi tersebut yaitu restrukturisasi jenis pajak, rasionalisasi jenis antara lain retribusi, serta pengenaan Opsen. Dirinya menambahkan kebijakan pengenaan Opsen ditujukan untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
“Pengenaan Opsen dilakukan dengan catatan tidak menambah beban maksimum yang dapat ditanggung Wajib Pajak pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” jelasnya.(nda)