Laporan MUSLIM NURDIN, Pekanbaru
Jumlah pedagang kali lima (PKL) di Jalan Teratai dekat Pasar Senapelan (Pasar Kodim) terus menjamur. Saking padatnya PKL yang berjualan di tempat tersebut, kendaraan yang melintas di jalan inipun menjadi sulit, dan diperlukan kehati-hatian.
Persoalan PKL di Jalan Teratai ini sebenarnya sudah lama terjadi. Namun tak kunjung teratasi.
Kepala Dinas Pasar Kota Pekanbaru Zulkifli sendiri tidak mau disalahkah secara sepihak. Menurutnya, pengelolaan Pasar Senepelan bukan di bawah Dinas Pasar melainkan pihak ketiga. Di pasar tersebut juga tidak ada UPTD seperti halnya di Pasar Pagi Arengka.
‘’Penertiban terhadap PKL memang menjadi tugas dari Dinas Pasar selama mereka berada di dalam pasar.Tapi apabila pedagang sudah berjualan di luar pasar, seperti di trotoar ataupun di badan jalan seperti di Jalan Teratai, itu sudah tidak lagi menjadi tanggung jawab kita (Dinas Pasar, red). Akan tetapi penertibannya menjadi kewenangan dari Satpol PP karena wilayahnya sudah merupakan fasilitas umum,’’ ungkapnya.
Selama ini lanjutnya, masyarakat selalu menyalahkan Dinas Pasar, termasuk juga dari pihak camat sendiri. Padahal katanya, karena pedagang tersebut sudah berjualan di badan jalan, tentunya ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kecamatan dan juga Satpol PP.
‘’Anehnya pihak kecamatan malah menyalahkan kita (Dinas Pasar, red). Makanya kemarin saya sempat bersitegang menjelaskan persoalan ini dengan camatnya,’’ terang Zulkifli.
Terkait adanya sejumlah pedagang yang enggan untuk masuk dan berjualan di dalam pasar, Zulkifli mengatakan, beberapa waktu yang lalu pihaknya sudah pernah melakukan pertemuan dengan para pedagang. Dari pengakuan PKL yang ada, mereka enggan masuk dan berjualan di dalam Pasar Senepalan karena sewa lapak yang terlalu mahal, sehingga hasil yang mereka peroleh dari berjualan tersebut tidak bisa untuk menutupi biaya sewa lapak.
‘’Tapi, kami melihat ini hanya akal-akalan dari PKL saja. Beberapa waktu lalu, pihak pengelola juga pernah menggratiskan lapaknya untuk dipakai tempat berjualan. Pihak pengelola hanya memungut biaya retribusi saja, dimana dalam satu harinya sebesar Rp3.000, tapi pedagang tetap saja tidak mau, dengan alasan tidak ada pembeli. Tapi kita tidak akan pernah berhenti, dalam waktu dekat kita akan mewacanakan untuk mempertemukan para pedagang ini dengan wali kota,’’ ujarnya.(yls)