PEKANBARU (RIAUPOS.CO)-Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mulai memberlakukan pemeriksaan biometrik. Pemeriksaan yang meliputi rekam sidik jari dan retina mata itu bertujuan untuk pengurusan visa. Meski begitu tak sedikit calon jamaah umrah yang mengeluhkan syarat tersebut.
Salah satunya Jafri. Dia sudah cukup lama mengikuti antrean bersama istrinya di luar ruangan rekam biometrik. Namun belum juga dapat giliran. Kemudian pasangan itu masuk ke dalam ruangan rekam itu. Pasangan calon jamaah umrah itu diminta menunggu. Dipersilakan duduk di bangku tunggu. Menunggu lagi. Di dalam ruangan masih banyak jamaah lainnya. Sama seperti dirinya menunggu jadwal rekam biometrik. Lima menit menunggu belum juga dapat giliran.
Satu jam berlalu ia dan istrinya belum juga dipanggil. Hampir menunggu dua jam dia baru dapat giliran. Di dalam ruangan itu hanya ada dua alat untuk rekam biometrik. Sedangkan jamaah yang melakukan biometrik jumlah cukup banyak.
“Alhamdulillah sudah rekam dan sidik jari juga,” ungkap Jafri kepada Riau Pos sebelum meninggalkan ruangan rekam biometrik di Kantor Pos Jalan Adi Sucipto. Keterbatasan alat untuk kegiatan itu menjadi faktor utama minusnya pelayanan kegiatan rekam biometrik. Jamaah banyak, namun hanya ada dua alat yang difungsikan.
“Jadi jamaah yang berbeda travel (travel perjalanan) dibedakan. Di pisah-pisah di dalam ruangan itu,” ujar Er, seorang jamaah umrah lainnya.
Rekam biometrik merupakan kebijakan baru yang diterapkan pemerintah Arab Saudi sebagai syarat mengurus visa. Kebijakan ini pun mendapatkan tanggapan beragam dari travel perjalanan umrah di Pekanbaru. Kebijakan itu sebenarnya cukup didukung para pengusaha travel itu. Namun dengan catatan pelayanannya bisa maksimal.
Diungkapkan Romi, direktur salah satu travel perjalanan umrah di Pekanbaru itu menilai rekam biometrik secara teknis masih jauh dikatakan siap. Sebab, peralatan untuk rekam itu hanya ada dua. Sementata titik perekaman di Kantor Pos Jalan Adi Sucipto itu merupakan satu-satunya tempat pelaksanaan rekam biometrik untuk Riau dan Kepulauan Riau.
Jadi jamaah di Batam atau di kabupaten/kota di Riau melakukan rekam biometrik itu ya di Kantor Pos Jalam Adi Sucipto.
“Jadi sangat mendukung saja. Asalkan proses rekam itu ada di setiap kabupaten/kota di Riau. Bayangkam saja ada jamaah dari Pulau Burung Tembilahan. Berada jauh di sana harus datang ke Pekanbaru. Antre lama pula karena semua jamaah jadi satu rekam di Pekanbaru,” ungkap Romi.
Jamaah yang ikut rekam juga harus merogoh kocek. Jamaah harus membayar sebesar 7 dolar AS atau sampai Rp120 ribu per jamaah. Terkait adanya biaya tambahan itu juga dikeluhkam jamaah ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) Riau. Untuk menindaklanjuti itu dan persiapan pelaksanaan rekam tersebut. Kasi Pembinaan haji dan umrah Kemenag Riau Abdul Wahid datang ke tempat kegiatan rekam biometrik, Jumat (21/12) siang.
Ia datang bersama rombongannya. Mereka bertemu dengan beberapa jamaah umrah dan pihak travel di luar ruangan tempat rekam itu. Kemudian langsung masuk di ruangan tempat pelaksanaan rekam biometrik itu. Petugas di dalam ruangan hanya mengizinkan pihak Kemenag Riau. Sementara Riau Pos dan beberapa wartawan lainnya dilarang masuk. Tidak jelas alasan petugas melarang kegiatan itu diliput wartawan.
Petugas itu diketahui bernama Rizal. Saat dijelaskan bahwa untuk kepentingan liputan ia berkeras tetap melarang. Ia juga tidak menjelaskan ketika ditanya alasan larangan itu. “Tidak bisa masuk ya. Sekarang kegiatan ini masih berlangsung,” ucapnya sambil menutup pintu kaca itu.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, Wahid keluar dari ruangan itu. Ia menjelaskan saat di dalam itu ia melihat secara langsung kegiatan rekam biometrik. “Alatnya baru dua. Ini memang masih dinilai terbatas,” ujar Wahid. Ia juga mencatat tidak maksimalnya pelayanan. Mengingat alat rekam yang ada di Kantor Pos di Jalan Adi Sucipto tersebut melayani semua jamaah di Riau dan Kepulauan Riau.
Wakil Ketua DPD Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Sumbagut Ibnu Masud mengatakan, jamaah maupun travel penyedia jasa tidak keberatan dengan aturan baru itu. Namun pelaksanaan di lapangan sangat memberatkan jamaah. Itu terlihat dari tenaga pekerja pihak ketiga dan fasilitas perekaman.
“Saya jelaskan sedikit pemeriksaan biometrik merupakan kesepakatan antara swasta sebagai penyedia dengan Pemerintah Saudi. Itu dilakukan di seluruh dunia. Namun belum semua negara. Orang namanya bisnis melihat potensi Indonesia besar, pasti dikejar ke Indonesia dulu. Malaysia saja belum,” terang Ibnu kepada Riau Pos, Jumat (21/12).
Sejauh ini, kata dia, pelaksanaan di lapangan sangat tidak baik. Ia mencontohkan dari sisi ketersediaan alat dan SDM yang memeriksa. Jumlah yang ada saat ini sangat sedikit bila dibanding jamaah yang akan diperiksa. Begitu juga dengan lokasi pemeriksaan yang dinilai tidak representatif.
“Contoh mereka numpang di Kantor Pos. Ruangan sempit. Kemudian tidak semua kota tersedia. Kemudian juga tempat pemeriksaan di Pekanbaru ini cuman satu. Di Jalan Adi Sucipto yang menurut hemat kami kurang layak. Bahkan jamaah dari Kepri (Kepulauan Riau, red) di sana juga. Kan aneh? Sumbar ke sini juga yang dari Payakumbuh itu,” ungkapnya.
Maka dari itu ia berkesimpulan pemeriksaan biometrik sama dengan mempersulit jamaah. Bahkan bisa dikatakan menambah masalah baru. Ia khawatir kondisi tersebut lama-kelamaan akan membuat resah masyarakat.“Bahkan di salah satu koran saya lihat sudah ada orang yang pingsan karena antrean begitu lama. Ini kan bahaya,” imbuhnya.
Ia menyarankan agar pihak swasta yang dipercaya Saudi bisa mempersiapkan tenaga dan peralatan yang baik. Kemudian pemerintah, dalam hal ini Kemenag harus mengambil sikap tegas. Bisa dengan melakukan lobi bilateral dengan Pemerintah Saudi. Jika dibiarkan masalah tersebut akan menjadi bola salju yang nantinya bisa berimbas ke banyak hal.
Seperti masalah ekonomi. Di mana atas lambatnya pemeriksaan biometrik, travel penyedia jasa bisa merugi. Karena pesawat dan hotel di Suatu sudah di-booking dan dibayar.
Sedangkan kepastian berangkat masih menunggu proses pemeriksaan biometrik. “Kerugian materilah. Orang ndak berangkat tu rugi kita kan. Kita sudah booking pesawat. Kalau pemerintah ndak bergerak, ini kan kacau. Kami sudah lakukan imbauan bahkan memboikot tidak memberangkatkan jamaah mulai 20 Januari 2019 mendatang,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Riau Dede Firmansyah. Kepada Riau Pos, Dede menyebut sudah ada contoh travel agen yang merugi akibat proses pemeriksaan biometrik yang tidak pasti. Kata dia, sebuah travel agent di Medan harus mengalami kerugian yang cukup besar. Lantaran pesawat untuk berangkat sudah di-block dan dibayar. Namun kepastian keberangkatan jamaah masih menunggu proses pemeriksaan.
“Kalau di Riau sejauh ini belum ada laporan ke ASITA. Tapi enggak mungkin kan mesti ada kerugian dulu. Kami mendesak pemerintah agar segera bertindak. Kita harus tunjukkan bargaining posisition kita. Karena jamaah terbanyak di dunia itu dari Indonesia,” ujarnya.(ted)
(Laporan JOKO SUSILO dan AFIAT ANANDA, Pekanbaru).