PEKANBARU (PR) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia Dr Suparman Marzuki SH MSi memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau (Unri), Sabtu (19/10) di Kampus Unri, Gobah.
Suparman memberikan kuliah kepada mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Unri. Suparman memberikan nasehat agar para penegak hukum tetap menjunjung tinggi azas universal peradilan.
‘’Jangan sampai Anda mengadili sesuatu, sementara Anda memiliki hubungan emosional dalam kasus tersebut. Karena jika Anda tetap melakukan berarti Anda menyampingkan prinsip pengadilan,’’ kata Suparman.
Pada kesempatan berbeda, Dekan Hukum Drs Hardi SH MM MH Ak CPA didampingi Pembantu Dekan II Dodi Haryono SH MH mengatakan, kegiatan ini adalah upaya fakultas untuk meng-upgrade pengetahuan terbaru tentang aturan hukum yang ada di Indonesia.
‘’Ini program kami, bahwa mendatangkan guru besar, pakar hukum, dan profesional untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan dosen. Melalui forum-forum inilah kami berharap ada sebuah semangat baru dari seluruh civitas meng-upgrade kompetensinya melalui refresh pengetahuan,’’ ucap Hardi.
Penegakan Hukum Membaik
Ditemui usai memberikan kuliah umum, Suparman menyebutkan penegakan hukum di Indonesia sudah mulai membaik. Hanya kadang perbaikan ini persentasenya dikalahkan oleh fenomena-fenomena negatif yang ada di negeri ini.
‘’Tertangkapnya Akil, kemudian lahirnya Perpu, ini menujukkan bahwa sistem hukum di Indonesia terus berjalan. Para penegak hukum terus melakukan fungsinya. Di sebuah negara transisi, lahirnya Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan lembaga-lembaga lainnya, adalah sebuah indikator bahwa negara itu menuju perbaikan sistem hukum yang baik. Ini juga yang dilalui oleh negara-negara maju ratusan tahun lalu seperti Amerika maupun Inggris. Hanya saja, kan yang negatif selalu nampak lebih terang,’’ terang Suparman.
Apa saja indikator hukum di Indonesia membaik, menurut Suparman bisa dilihat dari beberapa hal.
‘’Pertama, masih banyak hakim-hakim kita di Indonesia ini yang memiliki track record lebih baik. Hanya saja selama ini tidak diberikan kesempatan. Makanya ke depan dalam rekrutmen lembaga-lembaga hukum di negera ini saya usulkan jangan hanya membuka lowongan, jika perlu agresif cari hingga ke pelosok negeri ini,’’ kata Suparman.
Kedua, menurut doktor Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta ini adalah intensnya KY melakukan pelatihan-pelatihan terhadap hakim.
Hal ketiga, pemberantasan korupsi bekerja terbukti dengan banyaknya pejabat yang tertangkap tangan, keempat proses pembuatan undang-undang sudah partisipatif, dan kelima adalah reformasi peradilan sistem kamar sudah berjalan.
‘’Sistem kamar itu yakni, mereka yang memiliki background pidana, harus bertugas di kamar pidana, begitu seterusnya, jadi jelas kompetensi dan keahliannya dalam bertugas sebagai hakim,’’ lanjut dia.(end)