PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau kembali membahas rencana melakukan pinjaman dana ke pemerintah pusat melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Rencana yang sempat mencuat pada 2019 ini ini kembali dipertanyakan urgensi dan dampaknya bagi
Gubernur Riau (Gubri) H Syamsuar mengatakan, untuk melakukan pinjaman tersebut, pihaknya sudah membahas bersama dengan DPRD Riau. Dana tersebut akan digunakan untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur di Bumi Lancang Kuning. "Kami sudah bahas dengan DPRD. Sekarang ini lagi dipersiapkan terhadap pembangunan jalan yang mana saja di Riau ini," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, memang rencana peminjaman dana tersebut akan banyak diprioritaskan untuk pembangunan jalan di semua wilayah yang ada. Termasuk juga untuk pembangunan sarana pertanian.
"Untuk besarannya belum ditentukan, masih dibahas," sebutnya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Riau Edyanus Herman Halim menilai, pemprov tidak perlu meminjam dana sebut. Ia mempertanyakan siapa yang akan membayar dan menyoroti program yang ada saat ini belum berjalan. Seperti anggaran Covid-19 yang baru berjalan beberapa persen. "Jangan rakyat terbebani oleh utang-utang itu," ucapnya.
Edyanus menilai, lebih mengutamakan sektor kesehatan dan untuk pemulihan ekonomi di Riau tidak perlu meminjam uang. "Ekonomi di Riau basisnya pertanian dan perkebunan. Itu tidak begitu terganggu selama Covid-19," jelasnya.
Ia menambahkan, yang perlu dilakukan saat pandemi meningkatkan keberhasilan program kesehatan. Supaya, ekonomi bisa kembali berjalan dan masyarakat bisa kembali normal. "Dengan berhasilnya program kesehatan, maka masyarakat bisa sehat dan ekonomi pun berjalan sebagaimana mestinya seperti hotel, tempat wisata, dan lainnya," ungkapnya.
Masih kata dosen Unri itu, uang dari petani masih tersimpan karena tidak memiliki keleluasaan berbelanja. Apalagi harga sawit sempat naik yang artinya ada potensi uang di masyarakat petani. "Balik lagi, ngapain (pemprov, red) mau pinjam uang. Mau bikin apa? Itu harus betul-betul signifikan dan sosialisasi dulu kepada masyarakat apa yang mau dilakukan? Sebab sekarang nampak tak jelas platform ekonomi di Riau," tegasnya.
Karena, lanjutnya, dengan disosiasisasikan ke masyarakat, maka ada peran penting dari masyarakat. Sebab, peran pemerintah cukup kecil dari perekonomian yaitu sekitar 17 persen. "Peran pertanian dan perkebunan yang besar yaitu di atas 50 persen," ulasnya.
Lebih jauh, ujar Edyanus, dana APBD yang masih ada agar dimanfaatkan. Lebih efisiensi dalam pengeluaran. Jika ingin membangun projek mercusuar, bakal menumbuhkan utang. "Kalau pemerintah pusat itu bisa memberikan utang ke Riau harus sejalan dengan kontribusi perekonomian pendapatan Indonesia. Ini harus dilakukan untuk mengantisipasi habisnya minyak fosil. Sehingga, tegasnya, Riau bisa beralih ke sektor lain yang lebih produktif dan menjamin keberhasilan pembangunan," tuturnya.
Sementara itu anggota DPRD Riau dari Fraksi PAN Ade Hartati yang ikut dalam pembahasan rencana pinjaman dana tersebut mengatakan, secara umum Fraksi PAN sepakat dengan niat Gubri dalam rangka akselerasi atau percepatan pembangunan di tengah bencana Covid-19. Percepatan pembangunan tersebut rencananya dibiayai oleh salah satu BUMN yakni PT SMI.
"Fraksi PAN berpandangan bahwa, perlu ada pendalaman terlebih dahulu terkait beberapa hal. Seperti perencanaan program dan kegiatan pembangunan haruslah yang bersifat langsung, memiliki efek secara ekonomi dan sosial untuk masyarakat," katanya.
Menurut Ade, hal tersebut penting agar pembangunan yang dilakukan dapat terintegrasi untuk tercapainya pemulihan ekonomi. Seperti pembangunan pasar-pasar untuk menggerakkan roda perekonomian mikro dan pembangunan rumah sakit yang layak. Hal tersebut dimaksudkan agar skema pemulihan ekonomi dan kesehatan bisa berjalan beriringan.
"Kemudian skema pengembalian pinjaman yang dilakukan dengan pemotongan dana transfer, harus didalami terlebih dahulu. Hal tersebut agar tidak menggangu neraca APBD di tahun berikutnya," ujarnya.
"Hal tersebut lah yang membuat pembangunan yang dilakukan dengan dibiayai oleh pinjaman daerah harus bisa produktif, atau minimal bisa menjadi stimulan dalam penguatan ekonomi," sambung Ade.(sol/sof)