KOTA (RIAUPOS.CO) - Ingin tahu respon masyarakat soal kebijakan penggunaan kantong plastik berbayar, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pekanbarui menyebar sedikitnya 2.000 kuesioner. Hasilnya, 1.000 sudah dikembalikan ke BLH.
Dari kuesioner yang diterima BLH, 60 persen peserta menyatakan setuju atas penerpan kebijakan ini. Hanya saja, untuk biaya kantong plastik masih bervariatif.
”Dari kuesioner yang kami sebar, setengahnya telah dikembalikan. Dan memang 60 persen menyatakan setuju. Hanya saja mengenai tarif masih fluktuatif dari tanggapan yang masyarakat,” ujar Kepala BLH Pekanbaru Zulfikri, Rabu (16/3).
Menurutnya, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi mengenai plastik berbayar ini. Sebab menurutnya yang menjadi permasalahan bukanlah tarif yang diberlakukan, melainkan kesadaran masyarakat untuk mulai mengurangi penggunaan plastik.
”Kalau saya khitahnya plastik berbayar itu bukan mencari uangnya, tapi bagaimana masyarakat tidak menggunakan plastik lagi,” kata Zul kembali.
Mengenai biaya kantong plastik yang diterapkan ritel, Zulfikri menyebutkan hasil pengumpulan dana tersebut menjadi dana coorporate sosial responcibility (CSR) perusahaan. Pemerintah tidak diperkenankan untuk ikut campur tangan.
”Karena misi Menteri Lingkungan Hidup bukan mencari uangnya, namun kepada pengurangan penggunaan plastik. Dikhawatirkan pada 2050 semua perairan akan lebih banyak jumlah plastik dari pada ikan. Apalagi kita ini termasuk nomor dua terbesar setelah Cina sebagai pengguna plastik,” lanjutnya.
Kemudian dengan adanya penerapan bertingkat yang dilakukan di beberapa daerah lain, yang juga menerapkan plastik berbayar, Zulfikri mengatakan hal tersebut memang diperbolehkan saja. Bahkan menurutnya di Papua, pemerintah setempat menerapkan peraturan membayar Rp2.000 untuk setiap lembar plastiknya.
”Kalau untuk itu tentunya harus dibuat dulu aturan berupa perwako misalnya. Hanya saja kondisinya saat ini, melihat bagaimana kesanggupan dari masyarakat. Dan kami tekankan, dana pungutan ini bukanlah untuk menaikkan PAD,” katanya lagi.(t)