PEKANABRU (RIAUPOS.CO) Puluhan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, Rabu (16/1) kembali melakukan aksi unjuk rasa di Rektorat UIN Suska. Senin (14/1) lalu, mahasiswa juga melakukan aksi serupa.
Aksi kedua yang dilakukan ini menuntut Rektor Prof Akhmad Mujahidin untuk memberikan bukti yang jelas terkait legalitas sistem pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang diterapkan UIN Suska Riau.
Juru bicara massa Aliansi Mahasiswa UIN Suska Riau, Yudha Armanda menjelaskan, instansi negara dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU), maka pemungutan setiap tarif layanan oleh universitas harus berpedoman pada peraturan mengenai BLU.
Jelasnya, dalam hal ini, pemungutan tarif uang kuliah mahasiswa didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.05/2011 tentang Tarif layanan BLU pada kementerian agama.
Hal ini sesuai dengan Pasal 2 huruf (b) Peraturan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.05/2011.
Akan tetapi, menurut mahasiswa, pemberlakuan sistem tarif layanan UKT wajib ditetapkan dan dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan. Sementara UIN Suska Riau belum mendapatkan penetapan atas perubahan dari sistem tarif pelayanan SPP ke sistem tarif pelayanan UKT.
Oleh karena itu, sejak pemberlakuan sistem UKT belum ada pengusulan perubahan tarif SPP ke UKT dan amat mustahil mendapatkan penetapan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan pertimbangan dari seluruh lintas kemahasiswaan menyatakan bahwa pemberlakuan UKT di UIN Suska Riau tidak berdasarkan hukum (illegal).
Maka Aliansi Mahasiswa UIN Suska Riau menuntut agar mengusut tuntas UKT illegal, transparansi dana UKT, kembalikan uang selisih UKT dari SPP. Jika tidak respon atau tindakan maka mahasiswa akan melaporkan ke Ombudsman, Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan dan Pengadilan.
Terkait aksi demo tersebut, Prof Akhmad Mujahidin menjumpai langsung peserta aksi dan mengatakan, tidak ada unsur korupsi yang dilakukan oleh pihak kampus.
“Legal atau tidak nanti kan ada yang mutuskan. Kalau saya dituduh korupsi harus tunjukkan kepada saya berapa, di mana, siapa yang menerima. Kita tidak bisa pakai fitnah. Kalau ada datanya tolong tunjukkan,” jelasnya.(gem)