Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru
Untuk melihat secara langsung bagaimana proses stunning (pemingsanan) yang diterapkan pada sapi sebelum disembelih, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru bersama dua orang anggota DPRD Kota Pekanbaru, Afrizal DS, anggota Komisi III dan Samsul Bahri SSos, anggota Komisi II, melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Pekanbaru, Ahad (15/1) dini hari, sekitar pukul 00.00 WIB saat proses pemotongan sedang berlangsung.
Hasil sidak ini, akan dibahas bersama oleh Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru, untuk menindaklanjuti rekomendasi dibolehkannya penyembelihan hewan dengan sistem stunning oleh MUI Provinsi Riau.
Akan digelar rapat bersama MUI dan DPRD Kota Pekanbaru untuk menyikapi kontroversi penggunaan sistem stunning tersebut.
Dalam kunjungan ini, Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru, bersama dua orang anggota DPRD Kota Pekanbaru, berkesempatan melihat secara langsung proses pemotongan.
Mulai dari sapi masuk ke dalam killing box (kotak penyembelihan), lalu distunning, hingga disembelih.
‘’Karena ada surat yang masuk ke MUI Kota Pekanbaru, maka kami wajib menindaklanjuti dengan melakukan peninjauan langsung. Hasil peninjauan ini akan kita bawa dan kita musyawarahkan dengan komisi fatwa di MUI Kota Pekanbaru,’’ jelas Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru, Akbarizan pada Riau Pos usai melihat proses pemotongan berlangsung.
Dikatakannya, dalam membahas mengenai permasalahan penggunaan stunning ini, pihaknya akan mengundang beberapa narasumber yang berkenaan dengan proses penyembelihan menggunakan stunning ini.
’’Termasuk dokter hewannya dan juga pakar-pakar yang berkenaan dengan ini akan kita undang. Pelaksanaan proses ini kami rekam, untuk dibahas. Saat ini, kami belum bisa mengambil keputusan dan kesimpulan, karena sekarang kita hanya mengamati saja,’’ jelas Akbarizan.
Sementara itu, saat ditanyakan mengapa ada perbedaan pandangan melihat keabsahan proses ini antara MUI Provinsi Riau dengan MUI Kota Pekanbaru, Akbarizan mengatakan, rekomendasi yang dikeluarkan pihaknya nanti bisa jadi akan seperti yang dikeluarkan oleh MUI Provinsi Riau, bisa juga berbeda.
’’Kita lihat saja nanti pandangan dari kawan-kawan yang ada di MUI Kota Pekanbaru. Sebelum kita keluarkan rekomendasi dari kita, kita akan undang MUI Provinsi Riau untuk membicarakannya, jadi Insya Allah akan satu suara nantinya,’’ jawab Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru ini.
Dijelaskannya, penting sekali bagi pihaknya untuk mengundang MUI Provinsi Riau sebelum mengeluarkan rekomendasi mengenai proses stunning ini karena ulama di Riau ini sebaiknya tidak berbeda-beda pendapat.
’’Karena ini untuk kepentingan umat Islam di Kota Pekanbaru,’’ kata Akbarizan.
Di tempat yang sama, usai melihat prosesi pemotongan dengan menggunakan sistem stunning, Afrizal DS, anggota Komisi III, DPRD Kota Pekanbaru kepada Riau Pos mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada MUI Kota Pekanbaru untuk memutuskan mengenai permasalahan ini.
’’Yang jelas fasilitas ini dibangun oleh Pemerintah Kota Pekanbaru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sudah sangat kompleks. Kalau memang proses pemotongannya menimbulkan pertanyaan secara syariah, kita serahkan sepenuhnya kepada MUI untuk memutuskannya,’’ ujar Afrizal.
Dikatakannya, hal itulah yang paling baik untuk dilakukan, karena Komisi III tidak punya kewenangan untuk menyimpulkan permasalahan ini.
’’Kami hanya melakukan pengawasan. Apabila nanti MUI memutuskan itu tidak sesuai dengan standar hukum syariah, ya, nanti biarkan saja MUI yang memutuskan. Yang paling utama, kita tidak mau pelaksanaan pemotongan ini nantinya bertentangan dengan syariat Islam,’’ tegasnya.
Hal serupa juga dikatakan oleh Anggota Komisi II DPRD Kota Pekanbaru, Samsul Bahri SSos yang juga ikut turun ke lapangan meninjau proses ini.
’’Kita sama-sama melihat prosesnya, sudah disaksikan juga oleh MUI Kota Pekanbaru. Karena ini memang sudah menjadi domainnya majelis ulama untuk menyimpulkan, apakah ini dibenarkan atau tiadak dibenarkan,’’ kata Samsul.
Ia melanjutkan, secara teori, pemotongan menggunakan stunning ini mungkin bisa diterima karena bertujuan melumpuhkan.
’’Tapi di dalam agama mengatakan bahwa apabila sapinya mati akan haram. Jangankan mati, cacat permanen saja haram. Ini tergantung teknis di lapangan sebenarnya. Teknis pelaksanaan oleh operator harus betul-betul diawasi,’’ ujar Samsul.
Sejauh ini, dari informasi diperoleh Samsul Bahri mengenai proses ini, ia mengetahui sapi menjadi pingsan setelah di-stunning.
’’Setelah kita periksa pada batok kepalanya (sapi) memang terjadi keretakan. Tapi kalau menurut dokter hewannya tadi, bekas retakan itu dalam 12 hari bisa sembuh kembali, bukan cacat permanen,’’ jelasnya.
Sementara itu, Kepala RPH Kota Pekanbaru, drh Tito Reza MSi saat dimintai komentarnya mengenai sidak ini, ia mengapresiasi sidak yang dilakukan ke RPH oleh MUI Kota Pekanbaru dan anggota DPRD Kota Pekanbaru. Dijelaskan Tito, pada prinsipnya stunning adalah alat pemingsanan.(noi)