Rapat Paripurna Sering Batal

Pekanbaru | Jumat, 15 Februari 2019 - 10:15 WIB

Rapat Paripurna Sering Batal
PLANG TUNDA RAPAT: Plang pemberitahuan penundaan rapat yang dijadwalkan DPRD Riau, Kamis (14/2/2019).

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Rapat paripurna yang dijadwalkan DPRD Riau, Kamis (14/2), batal. Seharusnya pagi itu DPRD membahas pandangan fraksi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) pimpinan daerah. Namun, karena alasan yang tidak jelas, rapat tersebut tidak terlaksana.

   Batal rapat memang tidak hanya sekali terjadi. Sebelumnya, Senin (21/1) rapat dengan jadwal penyampaian laporan reses masa sidang III juga tidak terlaksana.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Alasannya, tidak satu pun pimpinan DPRD Riau hadir pada saat itu. Sehingga rapat dengan agenda yang sama kembali dijadwalkan pada hari berikutnya.

   Tidak hanya sampai di situ, Senin (11/2) Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Riau Ilyas HU sempat menyebut pimpinan DPRD telah melanggar aturan. Penyebabnya tak lain karena rapat yang dilaksanakan dinilai Ilyas tidak memenuhi kuorum. Namun, tetap dilanjutkan dengan alasan dewan yang hadir menyetujui rapat tetap dilanjutkan.

   Hal itulah yang menurut Ilyas HU merupakan sebuah pelanggaran hukum. Karena, kata dia, syarat utama rapat paripurna bisa berlangsung harus memenuhi kuorum atau jumlah anggota dewan yang hadir berjumlah 50 persen ditambah 1 orang. Namun, saat itu fisik anggota dewan yang hadir hanya 29 orang. Berbeda dengan jumlah tanda tangan absen sebanyak 36 orang.

  Menanggapi hal itu, Pengamat Sosial Politik Saiman Pakpahan mempertanyakan integritas Ketua DPRD Riau. Di mana seharusnya, seorang ketua bisa mengkoordinir dan menghadirkan suasana lembaga yang bekerja sesuai dengan target. Ia bahkan mengusulkan agar ada pengawas independen yang bertugas untuk mengawasi kinerja DPRD.

  Karena, jika melihat tugas pokok dan fungsi legislasi, komitmen dan integritas dewan sangat diperlukan.

  “Jadi harusnya memang dalam melakukan kerja-kerja pemerintahan atau kerja negara DPRD punya norma. Mereka diatur oleh norma secara pemerintahan. Kemudian norma itulah yang membuat tata pemerintahan di lembaga legislatif berjalan dengan baik,” sebut Saiman.

  Ia menyebut, jika norma yang dimaksud tidak berjalan maka sama saja DPRD seperti kumpulan masyarakat yang ada di hutan. Karena di hutan itu siapa yang kuat dia yang berkuasa. Di pemerintahan yang modern saat ini, harusnya dewan mempunyai norma. Seperti statuta dan tata tertib.

  “Kalau mereka melanggar aturan yang mereka buat sendiri tentu balik lagi, bagaimana integritas DPRD,” sebutnya.

Soal pengawas independen yang ia maksud, adalah sebuah lembaga yang mampu mengawasi tugas legislasi. Tanpa ada keterikatan antara lembaga pengawas dengan DPRD. Sehingga dalam mengawasi, lembaga tersebut tidak bisa di intervensi.

“Pada 2000-an awal, ada lembaga pemberdayaan dan aksi demokrasi. Lembaga tersebut fokus melihat dewan setiap hari. Siapa saja yang datang. Mereka setiap hari mengawasi. Kalau di riset, kemudian ini dimunculkan di media maka ini akan kelihatan. Selama ini tidak, mereka  saling menutupi. Organisasi nonpemerintah yang tidak ada relasi kuasa dengan dewan, ini yang diperlukan,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Riau Septina Primawati saat dikonfirmasi Riau Pos melalui layanan pesan singkat tidak merespon. Riau Pos kemudian mencoba menghubungi staf Septina bernama Reza untuk melakukan upaya konfirmasi. Saat itu Reza menyebut akan menyampaikan pertanyaan Riau Pos kepada Septina. Namun, setelah ditunggu dirinya tidak memberikan jawaban.(nda)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook