PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia menginginkan hak imunitas dalam menjalankan tugasnya dalam mengawasi hakim dan peradilan. Niat itu tertuang dalam rencana perubahan kedua rancangan Undang-undang (UU) KY Nomor 22 Tahun 2004.
Usulan perubahan itu menjadi salah satu pokok bahasan dalam Diskusi Publik Penguatan KY Melalui Advokasi Perubahan Kedua Rancangan UU KY Nomor 2 Tahun 2004, yang digelar di Universitas Riau (Unri), Rabu (13/9).
Ketua KY Amzulian Rifai yang menjadi pembicara kunci pada diskusi publik tersebut mengatakan, hak imunitas akan mendukung KY dalam menjalankan tugasnya dalam mengawasi para hakim. Sekaligus menjaga harkat dan martabat wakil Tuhan tersebut.
“Hak imunitas diusulkan, karena ada pengawas yang jadi tersangka. Kalau tidak ada hak imunitas, kita tidak akan berhenti dilaporkan, kita tidak bisa bekerja,” kata Rifai.
Hak imunitas yang diusulkan itu, menurut Rifai, akan terbatas pada pengawas KY yang sedang menjalankan tugas saja. Bukan serta merta kebal hukum.
“Saya berkaca pada Ombudsman di mana punya hak imunitas hingga berani menjalan tugas dan fungsi. Tapi hak imunitas ini bukan berarti kebal hukum. Kalau di luar (tugas KY) maling, ya ditangkap,” kata pria yang pernah menjabat Kepala Ombudsmen Republik Indonesia ini.
Dari diskusi yang digelar di Lantai 4 Rektorat Unri itu, Rifai berharap para stakeholder dan berbagai unsur publik yang hadir dapat memberikan kontruksi produktif terhadap perubahan rancangan UU KY yang sedang digodok di DPR RI itu.
Selain itu Rifai juga mendorong eksaminasi putusan hakim agar dilaksanakan. Namun bukan pada lembaga yang sedang dipimpinnya itu. Melainkan dilaksanakan di perguruan tinggi.
“Eksaminasi ini kami harapkan dibudayakan di perguruan tinggi, di fakultas hukum. Ini sebagai kajian dan penilaian, logis tidak putusan hakim pada suatu putusan perkara. Mengapa di perguruan tinggi, karena lebih jauh dari potensi konflik kepentingan,” kata Rifai.
Selain itu, dalam rancangan perubahannya, KY juga mengusulkan pembukaan kantor perwakilan di setiap provinsi. Penambahan pada bidang sumber daya manusia ini, KY juga mengusulkan penambahan Pejabat Eselon I. Saat ini hanya ada satu, yang menjabat Sekretaris Jenderal yang mengurusi administrasi sekaligus pengawasan.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Abdul Wahid mengatakan, rancangan perubahan ini merupakan upaya penguatan terhadap lembaga KY. Tujuannya demi perbaikian hukum dan peradilan ke arah yang lebih baik.
“Pengawasan ini demi memberikan keadilan. Keadilan dari sisi terdakwa maupun bagi pelapor atau penuntut,” kata Wahid.
Wahid juga menyebutkan, upaya perubahan Undang-Undang KY Nomor 22 Tahun 2004 juga berangkat dari peran lembaga negara itu sendiri yang berada di bawah bayang-bayang ancaman pidana. Padahal mereka sedang menjalankan tugas pengawasannya.
“Ada petugas KY yang ditetapkan sebagai tersangka ketika berkomentar terkait suatu putusan hakim. Padahal mereka ini menjalankan tugas pengawasan,” sebut Wahid.
Dalam diskusi tersebut juga tampil sebagai pembicara, Ahli Hukum Perundang-undangan Dr Dodi Haryono. Turut hadir dalam diskusi, Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Riau Maria Maya Lestari dan sejumlah pimpinan media dan LSM. Juga terlihat hadir pada hari itu, termasuk Direktur Harian Riau Pos Asmawi Ibrahim.(end)