PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Berdasarkan laporan WHO penyakit yang ditularkan ke manusia melalui makanan (foodborne disease) masih merupakan masalah yang besar di dunia, termasuk negara maju yang telah menerapkan sistem jaminan keamanan pangan yang baik.
Diperkirakan sejumlah 600 juta atau 1 dari 10 orang di dunia menderita sakit dan 420.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya setelah mengomsumsi pangan yang tekontaminasi. Sekitar sepertiga dari para penderita adalah anak-anak di bawah lima tahun.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Perternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau Dra Med Vet Nurul Ain didampingi Kepala Seksi Hygiene Sanitasi drh Rinny Tikaso, Senin (13/5).
Sebagian besar kasus foodborne disease yang dilaporkan pada umumnya berkaitan dengan pangan asal hewan dan terkontaminasi agen yang bersifat zoonosis atau dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan atau sebaliknya. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan foodborne disease di antaranya bakteri, virus, parasit, toksin. Negara di Afrika dan Asia Tenggara mengalami tingkat insiden atau kejadian dan kematian tertinggi oleh foodborne disease.
‘’Dalam rantai pasokan daging, Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan titik kritis yang perlu mendapatkan perhatian terkait keamanan dan kualitas daging termasuk kesehatan manusia dan lingkungan. Di sana terjadi perubahan dari hewan hidup menjadi daging,’’ kata Nurul Ain.
Jika hewan sakit, terutama sakit yang disebabkan oleh penyakit hewan yang juga dapat menular atau menginfeksi manusia, maka bibit penyakit atau kumannya dapat terbawa dalam daging dan atau jeroan. Dari aspek kedokteran hewan, khususnya bidang kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet), ada minimum dua titik kendali kritis (critical control point/CCP) pada proses pemotongan hewan, yaitu pertama pemeriksaan kesehatan hewan sebelum di potong (antemortem inspection) dan kedua pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas/daging (postmortem inspection).
Dalam aturan internasional, kedua pemeriksaan tersebut, termasuk keputusan hasil pemeriksaan dan tindaklanjutnya, wajib dilaksanakan oleh dokter hewan atau paramedik yang terlatih di bawah pengawasan dokter hewan.
Editor: Eko Faizin