Stabilkan Harga TBS, Permentan Perlu Direvisi

Pekanbaru | Sabtu, 13 Oktober 2012 - 11:10 WIB

Laporan DESRIANDI CANDRA, Pekanbaru desriandi@riaupos.co

Sebannyak 22 Kepala Dinas Perkebunan dari 22 Provinsi se Indonesia yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit di wilayahnya, ditambah instansi terkait di tingkat pusat beserta Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Kamis (1/10) malam menggelar Rapat Kordinasi (Rakor) Kebijakan Tandan Buah Segar (TBS) di Hotel Grand Zuri, Pekanbaru.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Riau sendiri yang menjadi produsen TBS kelapa sawit Indonesia saat ini, mengusulkan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertanian RI harus melakukan revisi terhadap Permentan yang mengatur tentang budidaya perkebunan kelapa sawit.

Karena, Permentan itu belum menyentuh pada tingkat petani swadaya untuk melindunginya.

Ini ditegaskan Kepala Dinas Perkebunan Riau Drs H Zulher MS ketika membuka Rakor. Rakor yang ditaja oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian itu digelar hingga Sabtu (13/10).

Rangkai kegiatan ditaja dalam bentuk diskusi panel pada sejak Jumat pagi hingga malam dan akan dilanjutkan dengan kunjungan lapangan pada Sabtu pagi.

‘’Para petani swadaya, petani non-mitra, kini sangat dirugikan dengan terjadinya penurunan harga TBS kelapa sawit. Mereka mesti segera diselamatkan. Dan ini memerlukan campur tangan dan kebijakan pemerintah,’’ ungkap Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Riau, Drs H Zulher MS, yang membuka Rakor pada Kamis malam. ‘’Diantara yang perlu dilakukan adalah revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS,’’ tegasnya.

Selain Permentan No 17/PERMENTAN/OT.140/2/2010, Permentan lainnya yang perlu direvisi adalah Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Dijelaskan Zulher, di antara variabel yang perlu dimasukkan pada revisi Permentan Nomor 17 tahun 2007 adalah variabel tandan kosong (tankos), fiber, cangkang, limbah cair, limbah padat serta beberapa variabel lainnya. ‘’Itu juga bernilai ekonomis,’’ ungkapnya.

Sedangkan terhadap Permentan Nomor 26 tahun 2007, diharapkan terjadi revisi untuk menegaskan kewajiban perusahaan perkebunan untuk membuat industri hilir.

Terutama yang mempunyai kebun minimal 50 ribu hektare. ‘’Kalau perlu, perusahaan termasuk dalam hitungan holding company, yang memiliki areal perkebunan 20 ribu hektar, wajib mempunyai industri hilir. Saat ini, untuk menstabilkan harga TBS petani, sepertinya percepatan terwujudnya industri hilir mesti segera dilakukan. Jadi, harga cruide palm oil (CPO) ditentukan pasar dalam negeri,’’ katanya.

Perlunya revisi dua Permentan tersebut, menurut mantan Sekdakab Kampar itu adalah untuk menyelamatkan dan menjaga kestabilan harga TBS petani kelapa sawit Indonesia.

‘’Kalau perlu dijadikan sebagai undang-undang tersendiri, sehingga kekuatan hukumnya lebih kuat,’’ ungkap Zulher.

Kadisbun Riau menyebutkan, seluruh daerah penghasil kelapa sawit di Indonesia kini menghadapi persoalan yang sama. Yakni, turunnya harga TBS kelapa sawit  yang menurut para pengamat diperkirakan akan berlangsung hingga tiga bulan ke depan. Banyak faktor yang menjadi alasan.

Tapi, yang pasti, kondisi tersebut merupakan permasalahan dan tantangan yang harus kita hadapi bersama. Oleh karena itu, kita dituntut untuk meningkatkan produktivitas maupun kualitas produksi, serta meningkatkan efisiensi dalam berusaha.

‘’Rakor yang mempertemukan provinsi dan pusat ini, sangat diharapkan dapat menghasilkan rumusan serta solusi pemecahan masalah yang dapat diimplementasikan di lapangan. Sehingga masalah-masalah komoditi kelapa sawit di daerah dapat diatasi dengan baik dan berujung kepada kesejahteraan masyarakat,’’ katanya.

Sementara itu, ketua panitia pelaksana Rakor Kebijakan TBS, Ir Bambang Kuncoro MM dari Dirjenbun Kementeriam Pertanian RI mengungkapkan, bahwa tujuan dilaksanakannya pertemuan tersebut adalah untuk mengetahui permasalahan dan perkembangan kelapa sawit secara nasional.

‘’Selain itu, merumuskan solusi alternatif kebijakan dan langkah-langkah operasional mengatasi perkembangan yang berkembang di perkelapasawitan,’’ kata Bambang, yang sehari-harinya menjabat sebagai Kasubid Pemantauan Pasar dan Stabilitas Harga Ditjen P2HP Kementan RI.(fiz)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook