PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Keberadaan Alat Pengatur Kecepatan (APK) atau masyarakat mengenalnya dengan sebutan ‘’polisi tidur’’ di setiap jalan masuk lingkungan perumahan warga, ditegaskan Wali Kota (Wako) Pekanbaru Firdaus ST MT, tidak boleh dibangun.
Kepada Riau Pos, Ahad (12/1), Wako menyebutnya dengan sebutan tanggul jalan. Dikatakannya, pembangunan tanggul jalan itu tidak dibenarkan, karena banyak menimbulkan keluhan dari masyarakat lain.
Selain merusak ban kendaraan juga mengkhawatirkan pengguna jalan yang dalam keadaan hamil, juga bisa mengakibatkan celakaan meski tujuannya agar tidak ada yang kebut-kebutan. Maka dari itu APK di Pekanbaru perlu dibongkar.
Dikatakan Wako, solusi untuk membuat pengendara tidak kencang-kencang saat melintas itu adalah dibuat rambu-rambu larangan.
Tentu ini sebaiknya berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pekanbaru untuk membangunnya. Misalkan rambu-rambu batas kecepatan, atau rambu-rambu kurangi kecepatan karena banyak anak-anak, atau rambu-rambu yang bertuliskan hati-hati.
‘’Ini tidak boleh dan sebaiknya di bongkar. Kami melarang ada tanggul-tanggul yang dibangun masyarakat di setiap jalan, maksudnya mungkin agar masyarakat pengguna jalan dengan menggunakan kendaraan tidak memacu kendaraannya dengan kencang. Namun sebaiknya dibuat rambu-rambu saja untuk menyebutkan hati-hati,’’ kata Wako menegaskan.
Disebutkan Wako, pembangunan tanggul jalan atau APK tadi merupakan inisiatif masyarakat yang di pemukiman itu.
Pembuatannya pun tidak standar, ada yang berbentuk balok tinggi, ada juga dari tali tambang besar yang dilintang, ada juga yang membuat lubang untuk menginformasikan supaya tidak kencang-kencang.
‘’Lebih baik dibuatkan rambu-rambu dari pada tanggul-tanggul tadi itu, tanggul ini sangat berbahaya bagi keselamatan pengguna jalan apalagi yang melintas itu nanti adalah wanita hamil misalkan, orang tua misalkan, akan lebih berbahaya,’’ ungkap Wako.
Untuk itu, Wako juga mengimbau kepada masyarakat lingkungan RT/RW, tokoh masyarakat dan juga tokoh pemudanya supaya untuk pegaturan lalu lintas itu dapat memberikan edukasi yang baik.
Yang sebaiknya dengan rambu-rambu. Namun juga kepada anak-anak yang suka ugal-ugalan mesti tertib di jalan dan lebih sopan.
Tak Aturan
Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru menanggapi banyaknya APK atau “polisi tidur”, karena tidak ada tertuang dalam peraturan lalu lintas. Namun demikian, banyak masyarakat yang tetap membuat APK dengan alasan keselamatan warga.
“Kalau dari Satlantas tidak ada aturan mengenai APK. Kebanyakan masyarakat mengambil inisiatif sendiri karena untuk menghambat laju kendaraan di lingkungan tempat tinggalnya,’’ kata Kasat Lantas Polresta Pekanbaru Kompol Mustofa melalui Kanit Dikyasa AKP Sunarti kepada Riau Pos, Ahad (12/1).
Lebih lanjut dikatakannya, kalau dalam lalu lintas alat pembatas kecepatan hanya speed trap. Yakni garis-garis putih yang diletakkan sejajar di jalan-jalan protokol guna menghambat laju kendaraan, semisal sebelum persimpangan dan sebelum pintu tol.
‘’Kalau yang resmi speed trap, itupun ketebalan ada aturannya. Titik yang dapat dipasang juga tidak sembarangan. Sementara untuk APK yang dibuat masyarakat itu tidak ada aturannya,’’ jelas Kanit.
Ganti dengan Rambu Jalan
Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Herwan Nasri mengatakan, keberadaan APK di Pekanbaru begitu cepat menjamur. Hampir di setiap ruas jalan, gang dan jalan perumahan warga selalu di bangun APK tersebut.
Harapan warga tidak lain untuk mengantisipasi kebut-kebutan pengendara bermotor sehingga jalan aman.
‘’Masyarakat kebanyakan membangun APK untuk tujuan keamanan itu. Tetapi saya kira sebaiknya bukan APK yang dibangun karena bisa menyebabkan kerusakan aspal jalan. Harus ada izin resmi itu. Tentang pembuatan APK di jalan raya itu wewenang dari dinas terkait yaitu Dishubkominfo,’’ ujar Herwan Nasri kepada Riau Pos akhir pekan lalu.
Menurut dia, pembuatan APK tidak bisa sembarangan. Perlu adanya kajian serta mendapatkan rekomendasi dari dinas terkait.
Tetapi begitu Herwan Nasri berkeyakinan pembangunan APK tidak mungkin mendapatkan izin. Karena memang tidak diperbolehkan jalan raya atau jalan aspal tersebut di bangun pembatas seperti itu.
‘’Masyarakat juga tidak bisa asal membuat APK tersebut, harus ada izin dari dinas terkait. Karena itu dapat menggangu serta berusak aspal jalan,’’ kata dia.
Pembangunan APK tersebut menurut pendapat Herwan Nasri perlu dikoordinasikan dengan pihak kelurahan. Sehingga pemerintah kelurahan juga mengetahuinya dengan begitu pihak kelurahan memiliki wewenang untuk menyetujui atau justru membuat kebijakan larangan.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pekanbaru, Dedi Gusriadi, mengatakan keberadaan APK tersebut tidak lebih baik dalam upaya mengantisipasi keamanan dari kendaraan.
Dedi menilai pembangunan APK perlu dikoordinasikan dengan Dinas PU Pekanbaru. Sementara terkait pemasangan rambu pengatur lalu lintas menurut Dedi dapat berkoordinir dengan instansinya.
‘’Yang pasti terkait pembangunan pembatas jalan itu bisa dikordinasikan dengan Dinas PU,’’ tambah Dedi Gusriadi.(ilo/gus/s/rnl)