PEKANBARU (RP) - Wali Kota Pekanbaru, H Firdaus ST MT menyatakan, seluruh kebijakannya tidak diintervensi oleh tim suksesnya saat memenangkan pemilukada lalu.
‘’Saya tegaskan tidak ada intervensi maupun tekanan dari Tim Sukses. Semua kebijakan untuk pembangunan Pekanbaru kerja dari staf saya dan kami berdua. Untuk di Pekanbaru tidak ada yang namanya balas budi atau apalah namanya itu. Dari awal berjuang untuk Pekanbaru menuju lebih, tak ada balas budi itu,’’ terang Wali KotaPekanbaru, H Firdaus ST MT kepada Riau Pos Kamis (11/10) di kantor Walikota Pekanbaru.
Dijelaskannya, peran Timses sebelumnya memang sangat penting. Namun hal tersebut sebatas saat berpolitik, tidak dalam kebijakan pemerintahan untuk masyarakat Pekanbaru secara keseluruhan.
Dia juga menyatakan, mutasi, penentuan rekanan hingga penentuan anggaran tidak memprioritaskan ‘’balas budi’’ kepada tim sukses meski mereka berkesempatan ikut dalam pelelangan.
Namun tetap tim yang ikut terbukti profesional dan memang bidangnya. Bahkan Firdaus menantang untuk melihat sendiri pengadaan dan proyek yang ada.
‘’Silakan dicek jika mamang ada. Dan bisa saya pastikan tidak ada. Jika mereka tidak mampu, kenapa harus diloloskan walaupun peran mereka penting dulu. Begitu juga tentang kebijakan mutasi, tidak ada titipan, melainkan profesional dan kemampuan serta kualitas,’’ terangnya.
Tim Pengkajian Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) RI meminta para pejabat tidak disetir Tim Sukses (Timses) Calon Kepala Daerah. Saat Tim Lemhanas ini datang ke Kantor Wali kota Pekanbaru, Kamis (11/10), diskusi soal Timses ini mengemuka.
Seperti yang dipaparkan salah seorang tokoh masyarakat Kota Pekanbaru, Nurhasyim dalam pertemuan bersama Tim Pengkajian Lemhanas tersebut. Menurutnya, seorang tim sukses (Timses) selalu lebih berkuasa setelah proses pemilukada usai digelar.
Hal ini, katanya, memang sudah terjadi di mana-mana. Setelah seseorang menjadi pimpinan di suatu daerah, apakah di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota, maka giliran Timsesnya yang akan mengambil peran.
‘’Di sini sang calon kepala daerah tidak akan bisa berbuat banyak. Karena sang kepala daerah sangat berutang budi dengan Timsesnya. Timses ini juga yang sering mengganggu mekanisme di pemerintahan yang ada. Kepala daerah sangat sungkan untuk mengambil keputusan kalau sudah berhadapan dengan Timsesnya,’’ ungkap Nurhasyim.
Lebih parah lagi, sebutnya, Timses ini bertambah liar, sehingga yang menjadi korban di sini adalah orang-orang yang dalam tanda kutip dianggap tidak sejalan.
Orang ini perlu dimutasikan dan diganti dengan orang-orang yang tadinya disebutkan oleh Timses. Ini katanya, berlaku untuk di semua daerah.
‘’Kalau Timsesnya meminta, maka kepala daerahnya jarang yang tidak mengabulkan, termasuk juga dengan proyek-proyek dan sebagainya. Di sini Timses kembali berperan,’’ ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Nurhasyim sangat berharap kondisi ini bisa masuk dalam kajian Lemhanas, paling tidak dengan memperbaiki sistem Pemilukada untuk meminimalkan peran tim sukses itu sendiri.
Sehingga ke depannya tidak ada lagi orang yang menjadi korban, akibat dari ikut campur tangan timses tersebut.
Kondisi fenomena balas budi tersebut juga sedang dikaji oleh Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).
Buktinya, Pengkaji Bidang Kepemimpinan Lemhanas RI, Mayjen TNI Dr Albiker Hutabarat SIP ST MM bersama tim menampung aspirasi dan pengaduan dari Pemko pekanbaru terkait adanya fenomena tersebut.
Terdapat dua Provinsi yang menjadi random sampel yaitu Riau dan Sulawesi Selatan.
Menurutnya jika memang hal ini sangat menonjol tidak mungin pembangunan di satu daerah bisa sukses.
‘’Kita masih melakukan pengkajian dan kondisi sebenarnya dari pengaduan dan dialog. Hasil ini akan kita laporkan ke Bapak Presiden. Dan jika ini benar terjadi akan dikirim pakar-pakar di bidangnya agar masalah tersebut tidak panjang. Suatu daerah tidak akan sukses membangun jika ada tekanan dari politik atau lainnya. Jadi akan ada penguatan untuk menjaga kestabilan keamanan nasional,’’ tegasnya. (lim/eko)