PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Di usianya yang masih 13 tahun, Syahira Wirman bersama dua adiknya Humaira Wirman (8) yang saat ini duduk di bangku kelas 2 SD, dan Quratu Aini Wirman yang baru berusia 3 tahun, harus menjadi anak yatim sepeninggal ayahnya sejak tiga bulan lalu.
Pasca kepergian sang Ayah, ketiganya kini tinggal bersama Ibunya di rumah kontrakan yang berlokasi di kawasan Jalan Sembilang RT 001 RW 004, Kelurahan Limbungan, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
Syahira merupakan anak berprestasi dalam bidang pelajaran. Bahkan semenjak kelas 1 hingga kelas 6 SD, Syahira selalu mendapatkan peringkat ranking 1 atau 2, dan mendapat nem nilai paling tinggi di antara murid yang lainnya.
Tak hanya prestasinya di sekolah yang begitu cemerlang, di sisi lain Syahira terbilang cukup cerdas dalam bidang agama.
"Syahira juga sempat ikut ajang Lomba cerdas Cermat di acara Maulid Nabi di Sebuah Masjid dan berhasil mendapatkan gelar juara 2, dia juga berhasil mendapatkan gelar juara 3 dalam lomba khotam di acara yang sama," kata Kepala Cabang Rumah Yatim Riau, Ramdan, Senin (10/8).
Sepeninggal sang Ayah tercinta sejak tiga bulan yang lalu karena menderita penyakit asam lambung membuat mereka merasa sangat kehilangan. Syahira bahkan hampir putus asa, dan seolah tak lagi semangat dalam menjalani hidup.
Namun semasa hidupnya, sang Ayah selalu memberikan semangat. Syahira pun menjadikan pesan dari ayahnya sebagai motivasi serta bentuk cintanya pada almarhum untuk menggapai cita-citanya menjadi guru.
"Sampai sekarang masih ga nyangka atas kepergian ayah," ungkap Syahira dengan raut wajah sedih.
Adiknya, Humaira wirman pun tak luput dari rasa sedih atas kepergian almarhum. Begitu pula Qurata Aini, adik bungsu yang masih belum sekolah. Setiap kali sebelum tidur, dengan wajahnya yang polos Ia seringkali menanyakan keberadaan Ayahnya kepada sang Ibu, Heleni (40).
Meski di lubuk hatinya terdalam sangat rapuh, Heleni selalu berusaha menguatkan ketiga anaknya. Ia kerap menutupi kesedihan dan kenyataan pahit yang harus diterima, dan berjuang seorang diri merawat ketiga anak perempuannya. Menjadi seorang ibu sekaligus tulang punggung keluarga.
Berbagai cara dan upaya pasti Ia tempuh. Heleni terus berjuang seorang diri di tengah himpitan ekonomi demi memenuhi kebutuhan ketiga anaknya. Dari mulai mengolah ubi untuk dijadikan keripik, hingga membuat kue basah Ia lakukan agar kebutuhan tercukupi.
"Keripik nantinya dititipkan di warung-warung, yang hasilnya akan Ia (Heleni) dapatkan satu minggu sekali, itupun jarang habis. Sambil menunggu hasil keripik, Heleni juga membuat kue basah yang dijual di depan rumahnya," terang Ramdan.
Dalam seminggu dari hasil berjualan keripik dan kue basah, Heleni hanya mendapatkan Rp100 ribu hingga Rp120 ribu. Kendati jauh dari kata cukup, namun Heleni tetap bersyukur karena masih diberikan kesehatan dan rezeki yang telah diberikan oleh Alloh SWT.
Melihat kondisi tersebut, Rumah Yatim Cabang Riau memberinya bantuan beasiswa pendidikan untuk kedua anak Heleni. Melalui bantuan tersebut, diharapkan bisa menambah semangat mereka untuk terus berprestasi.
Laporan: Panji A Syuhada (Pekanbaru)
Editor: Eka G Putra