KOTA (RIAUPOS.CO) - Untuk dapat menjadikan Riau pusat budaya Melayu, pemerintah tampaknya harus menggerakkan melalui jalur-jalur pendidikan. Mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah pertama wajib belajar dan berperilaku sesuai budaya Melayu Riau (BMR).
Untuk mencapai Provinsi Riau menjadi pusat budaya Melayu Riau, Pemprov Riau harus menggerakkan kegiatan BMR melalui jalur-jalur pendidikan mulai tingkat desa hingga provinsi.
Hal ini disampaikan oleh pengusaha, penerbit buku pendidikan Mustajab Hadi, Selasa (10/7) di Pekanbaru. Menurutnya, pemerintah Provinsi Riau saat ini sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup dalam rangka proses belajar-mengajar BMR di sekolah.
"Sejak dicanangkan visi Riau 2020, muatan lokal yang semula Arab Melayu diubah menjadi BMR. Hal ini karena para pakar pendidikan menilai kalau tulisan Arab Melayu itu hanya bagian kecil dari BMR, makanya pada 2010 Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau sudah menyusun kurikulum BMR, beserta silabusnya dari tingkat SD hingga SMA," paparnya.
Saat ini, kurikulum muatan lokal BMR yang disusun oleh Dinas Pendidikan Pemprov Riau tahun 2010 masih relevan dengan kondisi saat ini. "Kurikulum itu wajib diikuti, karena untuk menyusunnya itu tidak bisa dalam waktu satu atau dua bulan, bahkan tahunan. Untuk itu, kurikulum yang ada saat ini masih relevan dengan kondisi sekarang, tidak perlu cari alasan lain," katanya.
Hal ini juga berkaitan dengan Visi Misi Provinsi Riau 2020 sebagai pusat kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan Asia Tenggara. Salah satu unsur BMR itu sendiri sudah terdapat pada kurikulum muatan lokal BMR, seperti pada pelajaran kelas I SD yang memperkenalkan beberapa lagu daerah Riau dan menyanyikan lagu daerah Riau yang sederhana.
"Misalnya pada lagu ‘Injit-injit Semut’. Sedangkan yang untuk kelas III, murid diajarkan tentang adab terhadap lingkungan dalam BMR, permainan rakyat Melayu Riau. Inilah yang membedakan pelajaran BMR dengan pelajaran muatan lokal Arab Melayu," katanya lagi.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa buku yang digunakan sebagai proses belajar mengajar BMR yang sudah terbit di Provinsi Riau saat ini sudah baik. Terkait pernyajian materinya dan penggunaan bahasa dalam buku yang berbelit-belit atau ilustrasinya yang menarik atau tidak, hal itu dikatakannya bahwa masyarakat bisa menilainya sendiri.
"Saya berharap banyak penerbit dan penulis buku teks maupun nonteks di provinsi ini untuk bersatu padu menjadi penulis atau pemikir yang karyanya dapat diterbitkan. Sebab jika banyak pemikir yang karyanya berhasil diterbitkan maka itu pertanda bahwa proses pendidikan di Provinsi Riau berhasil.
Dikatakannya lagi, adanya kegiatan serimonial pencanangan muatan lokal BMR saat ini terkesan sudah terlambat. Hal itu seharusnya sudah segera dicanangkan sejak diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 72/2015 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal BMR.
"Tahun 2020 kan tinggal 2 tahun lagi. Mari kita lihat apa yang beliau-beliau lakukan untuk mencapai visi misi Riau 2020 nanti. Seharusnya sejak diterbitkannya pergub itu langsung bergerak dan diaplikasikan ke seluruh dinas terkait," jelasnya.
Untuk mencapai itu, ia mengatakan perlu adanya gebrakan yang spektakuler seperti gerakan masif dan terstruktur yang dilakukan oleh Pemprov Riau.(cr9/ifr)