PEKANBARU (RP) - Dinas Pertanian (Distan) Kota Pekanbaru telah menemukan sekitar tiga persen ikan laut yang dijual di pasaran Pekanbaru mengandung pengawet atau formalin. Umumnya kebanyakan ikan yang berformalin tersebut beredar di pasaran tradisional.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pertanian Kota Pekanbaru, Sentot D Prayitno, Selasa (10/1) ketika ditemui di ruang kerjanya.
Sentot mengatakan, Distan selalu mengadakan kunjungan ke sejumlah pasar-pasar tradisional secara berkala untuk mengecek harga dan sekaligus untuk memeriksa kondisi makanan yang dijual di pasaran, termasuk ikan.
‘’Sepanjang 2011 yang lalu diperkirakan tiga persen ikan laut yang beredar di pasaran mengandung bahan pengawet formalin dan baru satu orang warga yang melaporkan adanya temuan ikan berformalin itu,’’ ungkapnya.
Untuk mengantisipasi ini, pihaknya mengaku telah mensosialisasikan dampak penggunaan formalin terhadap kesehatan. Selain itu, juga dilakukan sosialisasi ciri-ciri maupun bentuk ikan yang berformalin.
‘’Kami telah melakukan sosialisasi hal tersebut kepada pedagang maupun pembeli, sehingga jika ditemukan ikan yang memiliki ciri-ciri menggunakan formalin sebaiknya jangan dibeli,’’ tegasnya.
Selain itu, dijelaskan Sentot ciri-ciri ikan yang berformalin tersebut di antaranya insang ikan terlihat pucat, kemudian ikan agak keras, baunya menyengat bukan bau ikan umumnya, melainkan bau formalin.
‘’Yang jelas ikan formalin tersebut, lalat takut menghinggapinya, sehingga masyarakat diharapkan lebih teliti dalam membeli ikan yang akan di konsumsi,’’ tuturnya.
Jadi Temuan Warga
Sementara itu, salah seorang warga yang pernah mendapatkan ikan laut mengandung formalin adalah Ruzinal, warga Jalan Katulistiwa, Kelurahan Tangkerang Labuai, Kecamatan Bukitraya.
Kepada Riau Pos dia menceritakan, awalnya, sekitar tanggal 16 Desember 2011 lalu, dia pergi ke Pasar Dupa dan membeli ikan laut jenis Serai dari salah seorang pedagang. Ikan yang masih terlihat segar itu kemudian dia massak tanpa menggunakan minyak goreng.
Anehnya, setelah ikan matang, pada daging ikat terlihat menyerupai warna coklat yang melekat di sepanjang badan ikan. Kemudian Ruzinal mencoba menekan daging ikan tersebut dan terlihat benda tersebut menyerupai lem. Ketika itu menurutnya, daging ikan itu memang sempat di makan, kendatipun hanya secuil.
‘’Daging ikannya memang sempat saya makan, tapi sedikit saja dan rasanya memang sedikit berbeda, tidak seperti rasa daging ikan yang masih asli,’’ katanya.
Karena merasa khawatir, terangnya, daging ikan yang sudah dimasak itu di simpan di dalam sebuah tempat, kemudian sisa ikan serai yang belum di masak itu pada Rabu (18/12/2011) dimasak lagi dan hasilnya juga sama. Pada daging ikan terdapat menyerupai warna coklat dan berbentuk lem.
Akhirnya ikan tersebut dibawa ke Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM) Cabang Kota Pekanbaru. Hanya saja sampai disana, pihak BBPOM tidak menerima, dengan alasan pengawasan yang dilakukan terhadap bahan makanan dan minuman, bukan kepada daging seperti ikan dan jenis lainnya.
‘’Saya diarahkan untuk membawa ikan yang dijadikan sampel itu ke Dinas Pertanian, awalnya saya bawa ke Dinas Pertanian Provinsi Riau, sampai di sana saya disarankan bawa ke Dinas Pertanian Kota Pekanbaru. Di sini saya memang dilayani dan mereka meminta waktu selama dua pekan untuk melakukan pengujian melalui laboratorium,’’ ungkapnya.
Setelah sampai dua pekan kata Ruzinal lagi, dia berusaha menanyakan kepada Dinas Pertanian zat apa sebenarnya yang terkandung di dalam ikat laut tersebut. Ternyata secara mengejutkan pihak Dinas Pertanian menyebutkan bahwa ikan laut yang sudah sempat dimakan itu mengandung formalin.
‘’Saya langsung kaget, dan ternyata apa yang menjadi kecurigaan saya dari awal memang terbukti kalau ikan itu mengandung formalin,’’ katanya.
Ruzinalberharap Distanagar dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat. Jangan hanya sifatnya melakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap peternak ikan dan maupun para pedagang ikan.
‘’Kalau memang terbukti ada pedagang yang kedapatan menjual ikan berformalin atau borak, Distan bisa mengambil tindakan apakah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian sehingga bisa ditindak lanjuti. Kalau ini terus dibiarkan berkepanjangan, secara tidak langsung Dinas Pertanian sama saja membiarkan masyarakat secara perlahan-lahan akibat bahan berbahaya mengandung formalin dan borak ini,’’ tuturnya.
Karena berdasarkan keterangan yang disampaikan Dinas Pertanian sebut Ruzinal, efek yang akan ditimbulkan dari zat pengawet berupa formalin dan borak ini dalam jangka panjang adalah bisa mematikan fungsi saraf pusat.(uci/lim)