Laporan IDRIS AHMAD, Pekanbaru idrisahmad@riaupos.co
“Adakah orang yang tulus ikhlas menunggu keberhasilan Anda?” Pertanyaan pemateri yang menggugah kesadaran itu tidak dijawabnya dengan kata-kata, tapi dengan mata yang terus berkaca-kaca, bahkan sekali-kali ia mengelap matanya.
Dia adalah Riski, mahasiswa tingkat akhir Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru. Riski adalah satu diantara lebih dari seratus peserta yang ikut serta dalam Pelatihan Basic Islamic Leadership yang ditaja Unit Kegiatan Mahasiswa Islam Al-Fatah Unilak, Sabtu (7/4) di Aula Puskom Unilak. Tingginya sekitar 170 cm, badannya gempal, berbaju batik lengan pendek dipadu dengan sepatu kets.
Pembawaannya periang, santai dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Sejak dari pagi hingga sore sepanjang pelatihan, saya duduk di sebelahnya. Meski fokus memperhatikan pemateri di depannya, sekali-kali ia melihat handphone di tangannya.
Tapi saat di sesi terakhir, ketika layar di depan menampilkan sosok seorang ibu matanya mulai berkaca-kaca
Sesi terakhir itu merupakan materi introspeksi diri, menggugah peserta untuk membuat komitmen bagi keberhasilan diri. Pertanyaan ‘adakah orang yang tulus ikhlas menunggu keberhasilan Anda’’ terus diulangi pemateri bagi meyakinkan peserta bahwa mereka harus membuat komitmen untuk menjadi lebih baik.
Pelatihan yang disajikan trainer nasional Muhammad Maliki ini memang diperuntukkan bagi mahasiswa untuk membangun kesadaran memetakan tujuan hidup.
Pada awal sesi pelatihan, peserta disadarkan dengan berbagai macam pilihan hidup yang dijalani oleh banyak orang dengan berbagai profesi. Apapun yang dijalani setiap orang hari ini merupakan hasil dari pilihan hidup mereka di masa lalu.
‘’Begitu juga kita, apa yang akan terjadi di masa yang akan datang itu tergantung dari pilihan kita hari ini,’’ ujar putra jati Riau yang saat ini bermastautin di Malang Jawa Timur itu.
Ditambahkannya, sayangnya banyak orang yang memilih jalan hidup hanya untuk tujuan hidup di dunia. Padahal, lanjut alumni Universitas Negeri Malang itu, kehidupan seseorang di dunia hanya rata-rata 70 tahun. Hal itu sangat sebentar jika di banding kehidupan di alam kubur dan akhirat yang abadi.
Ia mengingatkan untuk tidak salah dalam memilih peran di dunia yang akan berkonsekwensi di akhirat kelak. ‘’Oleh karena itu, kita harus memilih. Apapun pilihan Anda pasti beresiko. Taat ada resikonya, maksiatpun ada resikonya,’’ ungkap mantan aktivis mahasiswa ini.
Maliki menegaskan sebagai manusia, maka semestinya memilih pilihan sesuai tuntunan pencipta-Nya. Buku petunjuknya sudah disiapkan yakni Al-Quran. ‘’Kalau handphone anda rusak, tentu mesti menggunakan buku petunjuk handphone, tidak bisa dengan buku petunjuk mesin cuci,’’ ujarnya mengibaratkan.
Dijelaskannya, kerusakan manusia hari ini, karena mereka salah memilih dan tidak mengikuti petunjuk. Untuk itu lanjutnya, tidak ada alasan kecuali untuk memperbaiki diri, memilih pilihan yang tepat sesuai petunjuk.
‘’Tulis komitmen agar menjadi yang terbaik,’’ tegas Maliki kepada para peserta yang terdiri dari mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Riau itu. Ia mengingatka, bahwa setelah komitmen dibuat pasti ada orang yang sinis terhadap komitmen tersebut.
Namun ia memberi tips menghadapi orang-orang sinis yakni dengan cara mengelengkan kepala saat mendengar perkataan orang sinis, mengalihkan perhatian, dan jika perlu lari dari hadapan mereka yang sinis itu. ‘’Kalau tak mempan juga, maka orang sinis itu kita ruqyah,’’ ujarnya setengah bergurau.
‘’Tahun ini saya harus selesai kuliah dan saya berkomitmen untuk bisa menghajikan ibu,’’ ujar putra Banjar yang besar di Inhil itu.Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja itu menuliskan komitmentnya dengan mata masih berkaca-kaca, mungkin ia ingat ibunya dan begitu besar harapannya untuk mewujudkan komitmen diri.***