KETIKA JAMAAH KUKUH PERTAHANKAN TAPAK MUSALA AL JAMIAH

Puskesmas Dibangun Tanpa Bicara dengan Warga

Pekanbaru | Jumat, 08 November 2013 - 10:13 WIB

Puskesmas Dibangun Tanpa Bicara dengan Warga
Inilah bangunan Puskesmas Pemban-tu di Kelurahan Rintis, Kecamatan Limpuluh yang dibangun di tapak milik Musala Al-Jamiah. Foto: *5/mirshal/riau pos

PEKANBARU (RP) - Proyek pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Kelurahan Rintis, Kecamatan Limpuluh, terus digesa pengerjaannya. Ahli bangunan tidak tahu menahu, jika proyek Puskemas di lahan Musala Al Jamiah yang sedang dikerjakan itu bermasalah.

Ketua RT 01/RW 05, Kelurahan Rintis, Kecamatan Limapuluh, Hanafie (50), menceritakan awal muasal tapak Musala Al-Jamiah yang dibangun proyek Puskesmas Pembantu (Pustu) itu. Berawal dari keluarga Kasim atau warga sekitar memanggilnya Mbah Kasim.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Mbah Kasim inilah yang menurut penuturan Hanafie, semula yang memiliki tapak musala tersebut dengan total luas 1.254 M2.

‘’Tapak itu sebetulnya merupakan rumahnya Mbah Kasim,’’ ungkap Hanafie kepada Riau Pos, saat ditemui di kediamanya yang sejuk dinaungi pohon mangga itu.

Sebelum meninggal Mbah Kasim berwasiat terhadap warga setempat. Jika dirinya meninggal tapak rumah yang juga merupakan harta satu-satunya miliknya tersebut agar dibangun musala. Pada sekitar tahun 1974-1975, Mbah Kasim yang merupakan istri seorang warga Negara Belanda inipun dipanggil Sang pencipta.

Warga bersama tetua masyarakat pun memutuskan untuk merealisasikan wasiat Mbah Kasim itu. Jadilah rumahnya musala. Saat itu musala sempat direnovasi dari bangunan setengah permanen jadi berbentuk musala yang permanen seperti yang ada saat ini.

‘’Musala dilakukan pemugaran sekitar tahun 80-an. Dulu kan masih rumahnya Mbah Kasim yang dijadikan musalanya,’’ ungkanya.

Musala yang berdiri saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan aslinya, ketika masih merupakan rumah peninggalan Mbah Kasim yang dijadikan tempat beribadah tersebut.

Setidaknya terdapat sekitar 100 lebih jamaah Musala Al-Jamiah. Bangunan musala permanen seluruhnya dan beratap genteng berwarna biru. secara keseluruhan musala itu sangat bagus.

‘’Dulu Mbah Kasim sendiri memutuskan itu, karena dia mengatakan bahwa di daerahnya memang belum ada musala saat itu,’’ tambahnya.

Setelah dilakukan pemugaran yang tentunya dengan menggunakan dana swadaya masyarakat, tak jelang waktu lama turut diputuskan membangunan sekolah agama atau MDA melalui rembuk warga. Sekolah agama ini difungsikan untuk menjadi tempat anak-anak warga belajar agama.

Madrasyah itu dibangun dengan tiga ruang kelas tepat berada di belakang bangunan musalanya. ‘’Dulu terus dibangun MDA yang menempati lahan di belakang musala,’’ tuturnya.

Kemudian dibangunlah sebuah Puskemas Pembantu (Pustu). Pustu yang tercatat dalam aset Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru itu lambat laun tidak beroperasi. Bertahun-tahun Pustu hanya dijadikan tempat tinggal untuk petugas.

Karena masyarakat sudah tidak berobat lagi ke Pustu, mengingat tak jauh dari daerah itu sudah dibangun rumah sakit pemerintah, yaitu Rumah Sakit Petala Bumi yang berada di Jalan Sutomo.

‘’Rumah sakit kan sudah ada tidak jauh dari sini dan warga juga bisa ke RSUD Arifin Ahmad. Warga sudah punya Jamkesmas semuanya,’’ tuturnya.

Tanpa angin dan tanpa hujan tiba-tiba dilakukan pemugaran terhadap bangunan Puskesmas tersebut. Pemugaran dilakukan tanpa ada rembuk dengan warga.

‘’Jangankan warga, saya sebagai RT sini dan pengelola musala saja tidak tahu. Tiba-tiba Puskesmas yang lama dihancurkan dan sekarang dibangun lagi dengan permanen,’’ ungkapnya.

Pembangunan yang tanpa pemberitahuan warga tersebut dinilai Hanafie merupakan tindakan main caplok lahan milik Mbah Kasim seperti aksi koboi.

‘’Kami menilai pembangunan puskesmas itu seperti aksi cowboy, main bangun saja. Kami warga tidak diberitahukan,’’ tutunya.

Menurutnya, warga bersama dirinya serta pengurus musala sudah tidak menyetujui bangunan Puskesmas tersebut. Bahkan sudah melapor ke BPN. Tetapi pemerintah terus mengerjakan bangunan tersebut berdalih sudah memiliki sertifikat sendiri.

‘’Kita pengelola musala sudah memiliki sertifikat hak milik lahan yang diwasiatkan Mbah Kasim. Sertifikat itu dibuat sejak tahun 1989. Tetapi Pemko memiliki sertifikat dengan tahun 1990. Sertifikat yang dimiliki pemerintah itu merupakan sertifikat hak pakai,’’ tuturnya.

Seharusnya dengan legalitas sertifikat hak pakai tersebut, untuk melakukan pemugaran atau pembangunan harus berdasarkan kesepakatan warga.

‘’Ini warga tidak diberitahukan dan tiba-tiba proyek Puskesmas dibangun dan memakan lahan milik Mbah Kasim. Kita tetap menolak adanya pembangunan Puskesmas,’’ tuturnya.

Penolakan kuat pembangunan Puskesmas, karena warga sudah berniat ingin memugar kembali musala menjadi masjid dengan meniadakan Pustu yang tidak dipentingkan warga tersebut.

Tetapi dengan bangunan Puskesmas yang sudah 50 persen pengerjaan, membuat rencana warga membuat masjid jadi terkendala.(ilo)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook