PEKANBARU (RIAUPOS.CO)-Gedung Perpustakaan Riau yang berada di Jalan Sudirman, Rabu (2/1), gelap gulita. Aliran listriknya diputus oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena sudah menunggak selama dua bulan.
Pada Kamis (3/1) siang, terlihat beberapa lampu telah hidup, menggunakan genset. Namun AC tak dinyalakan. Sehingga terasa pengap saat berada di dalam gedung megah itu. Kondisi itu dikeluhkan pengunjung Pustaka Soeman HS.
“Gerah juga kalau tak ada AC. Tapi karena kita mau menuntaskan pekerjaan, terpaksa panas-panasan di sini,” kata Ardinal, salah seorang pengunjung di pustaka itu.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Riau Rahima Erna mengakui bahwa PLN telah memutus aliran listrik ke gedung pustaka. Hal itu disebabkan karena pihaknya terlambat melakukan pembayaran. Sehingga menunggak selama dua bulan.
“Administrasi sedang diselesaikan, sehingga nunggak dua bulan, November dan Desember. Tapi kami tetap bisa bekerja untuk yang manualnya. Sedangkan untuk penerangan saat ini kami memakai genset,” katanya.
Rahima mengaku pihaknya telah menghadap pihak PLN untuk minta penangguhan. Tapi pihak PLN tetap melakukan pemutusan, karena prosedurnya seperti itu.
“Saya juga bilang sama GM PLN, janganlah seperti itu. Tapi karena ini prosedur, kita tak bisa berbuat banyak. Kalau kita ingin mendahulukan pelayanan, namun karena masalah administrasi, jadi ini memang di luar kewenangan kita,” ujarnya.
Masalah administrasi yang dimaksud Rahima yakni, pihaknya terpaksa mengalokasikan anggaran pembayaran listrik selama 10 bulan. Hal ini karena tidak ada anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBD-P).
“Tapi kita sudah koordinasi dengan BPKAD, untuk penyelesaian administrasi pembayaran tunggakan listrik ini,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya menyampaikan permohonan maaf kepada pengunjung atas ketidaknyamanan selama berada di pustaka. Meski begitu pihaknya memastikan untuk pelayanan tetap dibuka. “Kita upayakan masalah ini segera tuntas. Kita tidak mau juga pelayanan masyarakat di pustaka terganggu,” sebutnya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau Syahrial Abdi menyebut, tidak ada alasan bagi organisasi perangkat daerah (OPD), untuk tidak membayarkan tagihan listrik.
“Masalah listrik itu urusan masing-masing OPD. Kalau kami tidak ada urusan, yang jelas kita sudah membayarkan 100 persen anggaran yang di OPD,” kata Syahrial Abdi.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Ahmad Hijazi terlihat kecewa atas kondisi tersebut. Dia menilai, hal ini adalah kelalaian Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Riau.
“Kalau kita di internal sudah menegaskan jangan lalai. Karena listrik itu beban tetap, tentu itu prioritas. Jadi seluruh angggaran bisa digeser kalau untuk kebutuhan listrik, karena prioritas. Tapi semua harus sesuai pengelolaannya,” katanya.
Ini juga menjadi kelemahan kepala OPD dalam menyelesaikan persoalan. “Mungkin sisi kelemahan kawan-kawan kita ada unsur kelalaian dalam persoalan ini,” ujarnya.
Dia memahami jika PLN memutus aliran listrik ketika menunggak tagihan. “Tapi terkait dengan PLN kita paham, karena PLN juga punya aturan di internalnya. Tapi kan kalau sesama pemerintah pasti bayar, karena listrik ini beban tetap,” ujar Ahmad Hijazi.
Ditanya OPD mengeluhkan pemutusan listrik itu karena persoalan administrasi tiadanya APBD perubahan 2018, Ahmad Hijazi malah bertanya balik. “Administrasi apa? Mohon maaf, yang seperti ini banyak. Disnaker juga seperti itu, tapi bisa. Melapor dia,” tegasnya.
Tak adanya APBD-P kata dia, tidak menjadi alasan menunggaknya tagihan listrik. Sebab, tagihan listrik adalah prioritas dalam penganggaran. “Tinggal komunikasinya saja yang penting. Termasuk komunikasi OPD dengan BPKAD. Kalau ada yang kurang, surati. Apa susahnya komunikasi, media komunikasi semua ada,” cetusnya.
Terpisah, Humas PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Pekanbaru, Komang, membenarkan adanya pemutusan aliran listrik di gedung Perpustakaan Soeman HS, mulai Sabtu lalu. Pemutusan itu dilakukan karena sudah menunggak dua bulan.
“Iya, petugas sudah langsung turun ke lokasi untuk melakukan pemutusan listrik sementara. Saya lupa berapa tagihannya. Mereka menunggak dua bulan dan dilakukan pemutusan,” jelasnya.
Pemutusan aliran listrik bagi pelanggan adalah dalam rangka menegakkan kedisiplinan dalam pembayaran tagihan. Untuk itu pihaknya kembali mengingatkan agar pelanggan PLN untuk tepat waktu dalam membayarkan tagihan.
“Artinya PLN tidak membeda-bedakan antara pelanggan dari warga biasa. Tetapi hal serupa juga kami lakukan terhadap perusahaan swasta dan kantor-kantor pemerintahan,” ujarnya.
Komang mengakui bahwa ada permintaan untuk menunda pemutusan sampai ada pembayaran. Tapi, demi menegakkan aturan, pemutusan harus tetap dilakukan. “Kami akan memasangnya kembali ketika ada pembayaran dari pihak mereka,” ujarnya.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) memutus aliran listrik gedung milik Pemprov Riau. Kedua gedung tersebut yakni Gedung Pustaka Wilayah Soeman HS dan gedung Dinas Sosial. Alasannya, pembayaran listrik keduanya menunggak. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi V DPRD Riau Aherson mengaku pihaknya tidak lagi bisa menganggarkan tagihan listrik yang masih tersisa.
Karena sejak awal Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah dan Dinas Sosial membuat perencanaan pembayaran listrik untuk 10 bulan. Bukan 1 tahun.
“Ya itukan kesalahan mereka. Makanya kemarin saat kami kumpulkan badan dan instansi tersebut, kami bilang anggaran wajib itu harus dibuat 12 bulan. Bukan 10 bulan,” ujar Aherson, Kamis (3/1) siang.
Saat ditanya mengapa kedua instansi tersebut membuat anggaran 10 bulan, Aherson menyebut pimpinan OPD merasa akan ada APBD perubahan untuk menambahkan anggaran pembayaran listrik. Namun pada kenyataannya pada 2018 lalu tidak ada APBD-P. Sehingga tidak ada lagi anggaran untuk pembayaran sisa selama 2 bulan.
Untuk solusi, dirinya menyarankan agar OPD terkait membuat surat penangguhan pemutusan listrik kepada PLN. Nantinya, pembayaran tunggakan listrik bisa dimasukkan ke dalam APBD-P 2019. Karena menurut dia, Gubernur dan Wakil Gubernur baru yang dilantik pasti akan mengupayakan percepatan pembahasan perubahan.(mng)
(Laporan SARIDAL MAIJAR, AFIAT ANANDA, Pekanbaru).