PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - ‘’Wah, itu terlalu mahal.” Itulah komentar yang dilontarkan pengamat perkotaan Mardianto Manan saat diminta tanggapannya mengenai tarif parkir yang baru.
Menurutnya angka tersebut tidak pantas dibayarkan oleh pengguna jasa parkir mengingat selama ini pelayanan parkir dinilai amburadul, asal-asalan dan tidak dikelola dengan baik. ”Di kota besar seperti Jakarta, tarif parkir belum semahal itu. Apa dasarnya pemko menetapkan tarif tersebut?,” ungkapnya.
Dikatakannya, jika alasan kenaikan tarif parkir karena PAD pajak dan retribusi yang tak tercapai, seharusnya pengelolaan parkir yang harus dibenahi. Bukan justru dengan menaikkan nominal.
Dengan menaikkan nominal diiringi pelayanan yang tak baik dari si tukang parkir, jelas rasa dongkol dan kesal dirasakan warga. Ketidak ikhlasan tersebut tentu tak akan mendatangkan keberkahan bagi dana PAD yang terkumpul tersebut.
Namun, apapun alasannya Mardianto berpendapat bahwa tarif tersebut terlalu mahal dan memberatkan. Terlebih kontrol akan pembayaran parkir ke pihak Pemerintah juga tidak ada. Bisa saja ada pihak yang memanfaatkan hal tersebut untuk mencari keuntungan pribadi.
Ia juga mengimbau kepada Dinas Perhubungan (Dishub) untuk menyerahkan pengelolaan parkir kepada pihak ketiga. “Ceraikan sajala parkir itu dari Dishub. Karena Dishub sudah dinilai gagal dan gagal dalam mengelola parkir selama ini. Nyatanya banyak parkir liar, preman bertato dan oknum lainnya yang dibiarkan begitu saja menjadi jukir. Belum lagi amburadulnya penataan parkir yang justru membuat berbagai masalah baru,” pungkasnya.
Untuk itu, ia meminta perda tersebut dikaji ulang. Tarif Rp1000 untuk motor dan Rp2 ribu untuk mobil dinilai sudah tepat. Ia sendiri sangat keberatan dan tidak setuju membayar Rp 8 ribu dan Rp5 ribu hanya untuk parkir dengan pelayanan yang semraut dan terkesan kasar yang diberikan oleh jukir. Jukir saat ini dinilai hanya tiup pluit saat kendaraan pergi untuk mengutip uang parkir. Saat kendaraan datang, ia bertingkah acuh dan tak peduli.
“Serahkan saja kepada pihak ketiga. Pemko tinggal menetapkan target kepada pihak ketiga. Nantinya biar mereka yang mengelola. Karena tugas Dishub sudah terlalu banyak dan tenaga mereka juga tak banyak. Itu selalu menjadi alasan klasik,” tegasnya lagi.(cr3/yaq)