PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Pekanbaru membuka posko penyerahan ikan berbahaya/invasif. Hal ini berkaitan dengan pelepasliaran ikan predator arapaima gigas di Sungai Brantas, Jawa Timur beberapa hari lalu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan mengimbau agar masyarakat yang memiliki jenis ikan berbahaya untuk segera menyerahkannya kepada Stasiun KIPM Pekanbaru.
Kepala Stasiun KIPM Pekanbaru Eko Sulystianto menegaskan, pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan terkait larangan untuk memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, UU No 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Permen KP No 41 Tahun 2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari luar negeri.
‘’Ikan arapaima gigas kemungkinan masuk ke Indonesia, sejak 1982. Pada 2009 sudah ada peraturan tentang larangan ikan yang dilarang masuk ke wilayah RI, namun untuk jenis ikan arapaima gigas belum masuk dalam daftar ikan yang dilarang. Baru pada 2014 melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 41 Tahun 2014, ada 152 jenis ikan berbahaya yang dilarang masuk ke wilayah RI, di antaranya ikan arapaima gigas, piranha, alligator,’’ ujar Eko Sulystianto kepada Riau Pos, Ahad (1/7).
Oleh karena itu, Eko berharap peran masyarakat sangat diperlukan untuk terus memberikan informasi. ‘’Di imbau kepada masyarakat baik per orangan, kelompok maupun pedagang ikan yang memiliki jenis ikan berbahaya atau invasif untuk tidak memperdagangkan, membudidayakan, melepasliarkan jenis ikan berbahaya di perairan umum. Sebaiknya segera serahkan ke posko penyerahan jenis ikan berbahaya/invasif yang ada di Kantor Stasiun KIPM Pekanbaru, Jalan Rawa Indah. Batas waktu berakhirnya posko penyerahan ikan berbahaya/invasif pada 31 Juli mendatang,’’ tutur Eko.