(RIAUPOS.CO) - Ahad (27/8) menjadi hari paling kering kontingen Indonesia di SEA Games 2017, Kuala Lumpur, Malaysia. Masuk di banyak nomor final, termasuk dua final putra-putri lawan Thailand, Indonesia gagal menambah perbendaharaan emas. Posisi pun tak beranjak. Tetap berada di tempat kelima dengan 31 emas, jauh terpaut dari Singapura yang berada di posisi 4 dengan 48 emas.
Di SEA Games kali ini, medali emas banyak disumbangkan dari cabang dan nomor-nomor non-permainan, juga banyak yang dari cabang-cabang individu. Misalnya senam, renang, atletik, dan cabang lainnya. Di nomor permainan beregu, kita sangat kesulitan mendapatkan emas.
Paling tidak, ada lima kans emas dari cabang dan nomor permainan. Di sepaktakraw dari lima nomor yang diikuti, hanya menghasilkan 2 perak dan 3 perunggu. Artinya ada dua nomor yang punya kans dapat emas, tetapi terlepas. Yakni nomor tim putra (emas diraih Thailand), dan nomor quadrant putri (emas diraih Myanmar).
Di basket putra yang finalnya dimainkan pada Sabtu (26/8), Indonesia dipaksa menyerah dengan skor yang cukup jauh, 55-94, oleh Filipina, di Maba Arena, Kuala Lumpur. Ini merupakan keduakalinya secara beruntun Indonesia meraih perak di basket putra SEA Games setelah sebelumnya meraihnya di SEA Games 2015 Singapura. Sedihnya, tetap Filipina yang menjadi batu sandungan kita. Ketika itu Indonesia kalah dengan skor yang agak rapat, 64-72.
Filipina memang sangat perkasa di cabang ini. Ini adalah emas basket putra ke-18 di SEA Games, yang sudah diperoleh sejak penyelenggaraan tahun 1977. Mereka cuma gagal sekali yaitu di SEA Games 1979 di Jakarta karena kalah dari Malaysia di final. Filipina memang menjadi barometer basket di Asia Tenggara. Mereka selalu mendominasi kejuaraan apapun, baik antarnegara maupun antarklub di level regional ini.
Bagi Indonesia, meraih dua perak di dua SEA Games beruntun, sebenarnya pencapaian yang cukup maju karena bisa melewati level Thailand, Singapura, maupun Malaysia yang selama ini juga cukup kuat. Tetapi untuk mengejar level Filipina, kita memang harus banyak belajar dari mereka.
Di cabang bolavoli, dua tim masuk ke final, sebenarnya juga sebuah kemajuan bagi olahraga ini. Sebelum-sebelumnya kita sangat susah sampai ke final. Target dari PB PBVSI memang cukup masuk ke final, karena kita tahu Thailand akan sangat sulit dikalahkan. Ini bisa dibuktikan ketika dua tim Indonesia itu juga kalah dengan angka yang sama, 0-3, dari putra-putri Thailand.
Bertanding di Hall 11 MITEC, Ahad (27/8) malam, di bagian putra, Agung Seganti dkk sebenarnya memberi perlawanan keras kepada Thailand. Sayangnya, Thailand mengambil dua set pertama secara cepat dengan angka 16-25 dan 22-25. Di set ketiga, tim yang dilatih Syamsul Jais ini menang 25-20. Namun di set keempat, Indonesia kembali kalah 25-20.
Jais menjelaskan bahwa Thailand memang tampil lebih kompak dan tak banyak melakukan kesalahan sendiri. Sedangkan para pemainnya justru sebaliknya. Sering melakukan kesalahan sendiri dan memberi nilai gratis kepada Thailand. Secara permainan, kedua tim levelnya tak jauh beda.
“Melawan Thailand sebenarnya kita imbang. Tapi Thailand tingkat kesalahan di bola-bola gampangnya sangat sedikit. Jadi dalam poin-poin itu, kita terlalu sering melakukan kesalahan-kesalahan mendasar seperti servis, atau bola pelan malah mati,” kata Jais dalam jumpa pers setelah pertandingan.
Di bagian putri yang dipertandingkan lebih dulu, Yola Yuliana dkk juga tak mampu membendung keperkasaan Thailand. Tim asuhan Risco Herlambang ini kalah tiga set langsung, 18-25, 24-26, dan 24-26. Yang membuat Risco agak senang, di dua set terakhir, Indonesia memberikan perlawanan sengit hingga dua kali deuce sebelum kalah masing-masing 24-26.
Secara poin hasil ini lebih baik dari pertandingan di babak grup. Kala itu Indonesia kalah dengan selisih angka yang jauh, 18-25, 16-25, dan 10-25. Bagi tim voli putri Indonesia, sebenarnya masuk final ini sudah pencapaian yang luar biasa. Sebab terkahir Indonesia masuk final putri terjadi 20 tahun lalu, yakni saat SEA Games di Jakarta 1997.(das)
Laporan Hary B Kori’un