JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ketegangan antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dengan Menteri ESDM Sudirman Said kembali terjadi. Kali ini soal penentuan skema Blok Masela di Maluku.
Rizal mengklaim, pemerintah telah memilih skema darat (onshore) untuk mengembangkan blok migas yang ditaksir memiliki cadangan gas 10 triliun kaki kubik (TCF) itu. Mengetahui hal tersebut, Sudirman menegaskan pembangunan fasilitas regasifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) untuk pengelolaan Blok Masela akan dilakukan di laut (offshore).
Parlemen pun menjadi pusing dengan sikap pemerintah yang tak satu padu itu. Ketua Komisi VII DPR Fadel Muhammad meminta agar pemerintah tidak berkonflik dan segera mengambil sikap terkait LNG di Masela. ‘’Pemerintah jangan konflik, harus tentukan sikap karena menyangkut 20 miliar dollar investasi,’’ tegasnya kepada JawaPos.com di kompleks parlemen, Jakarta, Kemarin.
Jika memilih antara offshore atau onshore, parlemen cenderung mengusulkan agar pengelolaan Blok Masela dilakukan di laut. Pasalnya, itu sudah berdasarkan kemauan investor yang telah melakukan studi dan kajian selama tiga tahun terhadap Masela. ‘’Ikut kemauan investor, dibuat offshore saja. Itu juga berdasar pengetahuan saya sebagai seorang engineer,’’ saran politikus Golkar itu.
Dalam kajiannya, jika menggunakan skema offshore, tidak perlu pusing untuk menentukan lokasi pembangunan LNG. Namun, dengan catatan, 35 persen peralatannya dibuat di dalam negeri. Begitupula terhadap gelombang laut yang dipermasalahkan sejumlah pihak.
Menurutnya, LNG tidak akan terpengaruh dengan gelombang laut. Soal perkiraan biaya yang dihitung Rizal Ramli, Fadel tidak yakin bahwa pembagunan kilang darat (onshore) lebih murah yang katanya hanya menelah investasi sebesar 16 miliar dolar AS.
Begitupula dengan perhitungan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), biayanya mencapai 22 miliar dolar AS.(dna/JPG)