JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menjelang final Copa Libertadores di Estadio Monumental kemarin (24/11), striker Flamengo Gabriel Barbosa alias Gabigol melanggar aturan tak tertulis sebuah partai puncak. Keluar dari lorong stadion berkapasitas 80 ribu itu, Gabigol dengan cuek menyentuh piala yang menjadi simbol tertinggi bagi klub di Amerika Latin tersebut.
Sebelum Gabigol, winger Olympique Marseille Dimitri Payet pernah merasakan apes karena melanggar pantangan itu. Pada final Liga Europa 2017–2018 melawan Atletico Madrid, Payet menyentuh trofi sebelum laga. Lalu, pada menit ke-32, Payet mengalami cedera dan keluar lapangan. Kesialan tak berhenti di situ. Payet absen pada Piala Dunia 2018 ketika Prancis berhasil meraih juara di akhir turnamen.
Namun, kutukan itu nyatanya tak mempan pada Gabigol. Memang, sampai menit ke-88, juara bertahan River Plate tampaknya bakal mengamankan trofi Copa Libertadores. Los Millonarios unggul lewat gol Rafael Borre pada menit ke-14.
Bayangan kejayaan River Plate akhirnya hancur dalam tiga menit. Diawali gol Gabigol semenit sebelum laga usai (89’), penyerang 23 tahun yang dipinjam dari Inter Milan itu mencetak gol kemenangan dua menit sebelum tambahan waktu usai (90+2’). Larut dalam kegembiraan, Gabigol berselebrasi dengan melepas jersey yang berujung kartu kuning setelah mencetak gol.
Tiga menit kemudian (90+5’), Gabigol sekali lagi menerima kartu kuning karena menurut wasit Roberto Tobar (Cile) membuat gestur sarkastis dengan bertepuk tangan. Sebelum mengusir Gabigol, wasit Tobar mengartu merah gelandang River Exequiel Palacios yang menendang winger Flamengo Bruno Henrique.
’’Rio (de Janeiro) adalah milik kami. Saya ingin semua fans Mengao (julukan Flamengo, Red) ada di jalanan, merahkan jalanan, dan kami akan menduduki Rio,’’ kata Gabigol dengan emosional setelah pertandingan seperti dilansir Daily Mail.
Rio de Janeiro yang dianggap satu di antara dua kiblat sepak bola Brasil selain Sao Paulo memang punya empat klub terbesar dengan identitas jersey masing-masing. Flamengo (merah-hitam), Vasco da Gama (hitam-putih), Fluminense (hijau-merah), dan Botafogo (hitam-putih).
Setelah Copa Libertadores dan sebelumnya juara Campeonato Carioca (kejuaraan Negara Bagian Rio de Janeiro) April lalu, Gabigol berambisi memenangkan trofi ketiga untuk Flamengo tahun ini. Yakni, menahbiskan sebagai kampiun Campeonato Brasileiro Serie A (kompetisi tertinggi sepak bola Brasil). Sampai pekan ke-34 atau sisa empat pekan lagi, Flamengo memuncaki klasemen dengan gap 13 poin (81-68) atas Santos. Tahun lalu Mengao finis runner-up di bawah Palmeiras.
Terpisah, pelatih Flamengo Jorge Jesus kepada Rede Globo menyatakan bahwa gelar Copa Libertadores adalah kemenangan bagi rakyat Brasil. Itu terjadi karena rivalitas wakil Brasil versus wakil Argentina di Copa Libertadores. Sebelum final, Jesus menerima banyak dukungan dari sejumlah pelatih klub Brasil.
Kemenangan di Copa Libertadores sekaligus menghapus kutukan Jesus yang tidak pernah menang di level kompetisi regional. Bersama SL Benfica (2009–2015), Jesus dua kali masuk final Liga Europa (2012–2013 dan 2013–2014) dan selalu kalah.
"Saya tak akan berbohong bahwa saya menginginkan menang di turnamen seperti Libertadores ini sejak pertama menerima tantangan melatih di sini. Dan saya berhasil menjawab keraguan itu,’’ kata pelatih 65 tahun berkebangsaan Portugal tersebut.
Jesus menerima estafet kepelatihan dari karteker Marcelo Salles pada 20 Juni lalu. Sejak melatih Flamengo atau dalam 37 pertandingan, dia hanya kalah 2 kali. Sisanya, 27 kali menang dan 8 kali seri.
Dengan kemenangan di Copa Libertadores tahun ini, Flamengo berhak mewakili Amerika Latin di Piala Dunia Antarklub 2019. Dan, seperti deja vu 38 tahun lalu, Flamengo bersaing dengan Liverpool di turnamen yang dulu berformat Intercontinental Cup itu. Pada Intercontinental Cup 1981, Flamengo menang 3-0 atas Liverpool.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi