KIEV (RP) - Sebelum tiki-taka milik Spanyol menjadi ikon permainan sepakbola saat ini, panggung lapangan hijau lebih dulu mengenal catenaccio ala Italia dan kick and rush dari Inggris.
Ketika Italia dan Inggris menuai hasil mengecewakan di beberapa major event terakhir, keduanya lantas dikritik karena meninggalkan tradisi asli masing-masing. Jadi, pertandingan ini adalah pembuktian untuk menguji filosofi taktik siapa yang lebih cerdik.
Di Euro 2012, Inggris dan Italia kembali ke gaya lama mereka, tentunya dengan sentuhan modern. Inggris misalnya. Penunjukan Roy Hodgson sebagai pelatih membuat pemain Three Lions (sebutan Inggris) tampil minim passing dan lebih mengandalkan kekuatan.
Sedang Cesare Prandelli boleh saja mengusung filosofi permainan menyerang sejak melatih Italia dua tahun lalu. Tapi, gaya bertahan dan karakter petarung pemain selama fase grup menunjukkan bahwa roh catenaccio tak bisa lepas begitu saja. Gli Azzurri (sebutan Italia) makin suai menerapkan pola tersebut karena minim pemain bintang di Euro tahun ini.
Bentrok Inggris versus Italia dini hari nanti (siaran langsung RCTI kickoff 01.45 WIB) bakal menjadi suguhan persaingan antara catenaccio kontra kick rush. Tapi, laga perempat final di Olympic Stadium Kiev itu juga terancam menjadi boring show atau tontonan membosankan.
Bagaimana tidak, dengan karakter permainan masing-masing, bakal sulit melihat terjadinya banyak gol seperti saat Jerman mengalahkan Yunani 4-2 di perempat final kemarin WIB. Sebagai catatan, pemenang Inggris versus Italia akan berhadapan dengan Jerman di Warsawa Jumat dini hari WIB (29/6).
Sejarah pertemuan tidak berbohong. Laga kompetitif kedua tim tak pernah banjir gol atau setidaknya salah satu tim bisa mencetak lebih dari tiga gol. Tak berlebihan bila media-media Inggris maupun Italia memprediksi apabila laga bakal sulit dan harus ditentukan lewat adu penalti.
Namun, kedua tim sama-sama tak berharap skenario tersebut. Hodgson membantah bila dia telah mempersiapkan para algojo Inggris dalam adu penalti. Sebelumnya, kiper Inggris Joe Hart mengatakan jika dirinya siap menjadi algojo penalti. ‘’Saya belum memutuskan siapa yang menjadi algojo penalti sehingga jangan berspekulasi,’’ kata Hodgson pada Sky Sports.
‘’Pertama, saya tidak tahu dan tidak berharap pertandingan akan berlanjut sampai adu penalti. Yang kedua, saya tidak tahu siapa saja pemain yang masih akan bertahan sampai 120 menit (setelah babak tambahan waktu, red),’’ sambung pelatih 64 tahun tersebut.
Inggris memang harus menghindari penalti apabila menilik statistik buruk mereka dalam babak tos-tosan di turnamen besar. Pada Euro 1996 dan 2004 plus Piala Dunia 1990, 1998 dan 2006, Inggris selalu kalah setiap kali menjalani drama adu penalti.
Kapten sekaligus kiper Italia Gianluigi Buffon juga lebih memilih mengakhiri laga di waktu normal. ‘’Untuk semua yang terlibat, demi jantung kami, akan lebih baik apabila pertandingan berakhir tanpa adu penalti,’’ katanya seperti dikutip Football Italia. ‘’Tapi, jika memang harus terjadi, maka kami siap menghadapinya,’’ imbuh kiper yang memiliki statistik menang dua kali dan kalah sekali dalam adu penalti bersama Italia.
Salah satu kemenangan Buffon terjadi saat menghadapi Prancis di Piala Dunia 2006. Tapi, kiper Juventus itu tak sekalipun mampu menggagalkan eksekutor lawan. Sedang adu penalti terakhirnya malah berakhir dengan kekalahan. Yakni, ketika dikalahkan 2-4 oleh Spanyol di perempat final Euro 2008. Kala itu, Buffon juga hanya bisa menangkap angin.(dns/jpnn)