Sudah Kalah, Ribery Berulah

Olahraga | Jumat, 24 Februari 2012 - 08:26 WIB

SUASANA ricuh sempat terjadi di tepi lapangan saat winger Bayern Munchen, Franck Ribery keluar lapangan dengan kesal dan menolak berjabat tangan dengan pelatih Jupp Heynckes. Reaksi itu dilakukan saat dia diganti Thomas Mueller pada menit ke-71.

Heynckes bermaksud memasukkan Mueller untuk menambah daya dobrak di lini depan. Supaya Mario Gomez tidak sendirian di lini depan. Sebab, saat itu skor masih seri tanpa gol dan Bayern berambisi pulang dengan kemenangan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Kenapa harus membahas soal jabat tangan, padahal masih ada tentang sepakbola yang bisa dibahas. Dia kecewa karena diganti pemain lain, terus kenapa?” cetus Presiden Bayern, Uli Hoeness seperti dilansir AFP.

Sama halnya dengan Hoeness, pelatih Bayern, Jupp Heynckes juga tidak mau memperpanjang masalah itu. “Itu memang situasi yang tidak menyenangkan, tetapi saya pernah mengalaminya sebelumnya,” ujar Heynckes seperti dikutip Goal.

Menurut dia, ketika situasi itu di lapangan, pelatih memang harus mengambil sikap. Harus melakukan perubahan di lapangan, terkadang berjalan dengan baik dan terkadang tidak. “Wajar pemain bersikap tidak senang seperti itu,” kata Heynckes.

Nah, kalau Hoeness dan Heynckes tidak mempersoalkan masalah salaman itu, justru legenda sepakbola Jerman sekaligus presiden kehormatan Bayern, Franz Beckenbauer mengaku prihatin. Bukan hanya pada kasus Ribery saja.

Menurut dia, sepakbola harusnya mengedepankan fair play. Salah satu caranya adalah dengan bersalaman di lapangan dan menunjukkan respek. Baik itu kepada lawan, pemain satu tim, pelatih, ataupun ofisial pertandingan.

“Kami sudah banyak melihat pemain yang bersikap buruk. Fair play sangatlah penting karena pemain dan pelatih adalah sosok panutan dan harus pantas untuk menjadi panutan,” terang mantan kapten dan pelatih Bayern tersebut.

“Salaman hanya sebuah contoh kecil untuk meningkatkan citra sepak bola sebagai olahraga yang mengedepankan fair play. Anda bisa berkumpul di garis tengah dan meninggalkan lapangan bersama-sama. Seperti itulah kami biasa melakukanya saat masih di sekolah,” lanjutnya.(ham/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook