JAKARTA (RP) - Sepakbola Indonesia harus bersiap menerima sanksi dari FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional).
Deadline penyelesaian konflik dan dualisme PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang jatuh, Senin (10/12) kemarin, berlalu tanpa hasil.
Dua kubu yang berseteru, PSSI dan KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia), ngotot dengan sikap masing-masing dengan sama-sama menggelar kongres di tempat berbeda. Pemerintah pun angkat tangan dan menyerahkan sepenuhnya kepada FIFA.
Kongres versi PSSI berlangsung di Hotel Aquarius, Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng). Panitia mengklaim acara ini dihadiri 97 pemilik suara (voter) dan peninjau dari FIFA serta AFC (Konfederasi Sepakbola Asia). Karena tidak mendapatkan izin dari polisi, Kongres PSSI akhirnya digelar di lobi hotel. Sementara itu, KPSI menghelat kongres sendiri di Hotel Sultan Jakarta yang dihadiri 83 voter berdasarkan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Solo pada 2011.
Masing-masing kubu mengklaim sebagai yang paling benar. Baik PSSI maupun KPSI juga sama-sama percaya diri sebagai pihak yang mendapat pengakuan FIFA.
Salah satu keputusan kongres di Palangkaraya adalah membatalkan MoU (memorandum of understanding) antara PSSI dan KPSI di Kuala Lumpur, Malaysia, Juni lalu.
Sebelumnya, FIFA memberikan kesempatan kepada Indonesia agar terhindar dari sanksi dengan membentuk tim task force. Dari tim ini terbentuklah MoU yang ditunggu pelaksanaannya dengan batas akhir, Senin (10/12) kemarin.
Ketua Umum KPSI La Nyalla Mattalitti menegaskan, Indonesia hampir pasti dihukum FIFA. Hal itu karena PSSI tidak mau menjalankan hasil MoU.
‘’Ini karena PSSI mengabaikan hasil MoU, padahal itu yang disepakati dan sudah disetujui FIFA untuk menyelesaikan dualisme sepakbola di Indonesia,’’ ujarnya.
Ia mengklaim jika kongres yang dijalankan KPSI adalah bagian dari upaya untuk melakukan lobi ke FIFA. ‘’Hasil ini akan kami berikan ke FIFA,’’ ucapnya.
Nyalla berpendapat bahwa kongres di Jakarta sudah dijalankan sesuai dengan hasil MoU. Selain ada anggota empat executive committee (Exco) PSSI yang bisa diklaim kongres dijalankan PSSI, voters yang hadir pun sesuai dengan kesepakatan MoU. Yakni, voters Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Solo pada 2011.
Nyalla menyebut langkah PSSI sebagai bunuh diri. Pihaknya sejak Jumat (8/12) lalu sudah siap melakukan kongres di Palangkaraya bersama PSSI asal ada verifikasi voters Solo sesuai dengan kesepakatan MoU.
‘’Kami sudah membuka tangan, tapi tidak bisa berjalan. Kami tetap menggelar kongres ini agar ada jalan untuk melakukan lobi ke FIFA,’’ ucapnya.
Di sisi lain, Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin beralasan bahwa kongres di Palangkaraya bertujuan menghindarkan Indonesia dari sanksi FIFA.
Meski kongres tidak dapat dilaksanakan di ruang semestinya dan terpaksa digelar di lobi hotel, Djohar bersyukur karena semua agenda berjalan lancar. Utusan FIFA dan AFC juga tidak mempermasalahkan hal tersebut.
‘’Kami merasa aneh, PSSI yang legal dan resmi malah dilarang dan dihadang. Ada kelompok lain yang ilegal tapi bisa berjalan terus tanpa ada yang melarang,’’ kata Djohar.
Sekjen PSSI Halim Mahfudz mengklaim kongres di Palangkaraya sah. Semua prosedur untuk menggelar acara tersebut sudah dilalui.
Meski tidak ada rekomendasi dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), hal itu bukan hal yang krusial. Yang lebih penting adalah menghindarkan Indonesia dari sanksi FIFA.
‘’Kongres ini sah karena menggunakan statuta FIFA dan dihadiri oleh 97 voters. FIFA juga sudah melihat sendiri terkait kesulitan-kesulitan yang dilakukan kepada PSSI padahal organisasi yang resmi,’’ kata Halim.
Menurutnya, ada sanksi atau tidak dari FIFA bukan wewenang PSSI. Yang utama adalah PSSI telah melaksanakan kongres sesuai statuta.
‘’FIFA dan AFC datang hanya sebagai pengamat, sehingga tidak memberikan tanggapan atau mengomentari kongres ini. Kami hanya melakukan prosesnya dan nantinya akan dilaporkan di FIFA,’’ ucapnya.
Dua Wakil FIFA Marco Leal dan Jeysing Muthiah, serta utusan AFC James Kitching, hanya datang sebagai pengamat di Palangkaraya. Mereka tidak bisa memberikan tanggapan.
‘’Observer yang datang hari ini akan melaporkannya ke rapat Komite Eksekutif FIFA di Jepang ada 14 Desember,’’ kata Halim.
Situasi yang semakin rumit ini membuat pemerintah angkat tangan. Menkokesra Agung Laksono yang menjadi Pelaksana Tugas Menpora mengaku sudah berusaha keras untuk menyatukan kubu PSSI dan KPSI.
Namun, kesepakatan kedua pihak di hadapan Kemenpora ternyata tak bisa dijalankan sampai deadline.
‘’Perlu ditekankan jika pelaksanaan kongres tidak sesuai MoU, maka keabsahan dan hasil kongres kami serahkan kepada FIFA,’’ ujarnya dalam jumpa pers di kantornya, Senin (10/12).
Agung berharap, laporan yang akan diberikan kepada FIFA menjadi bahan pembahasan sebelum diputuskan status Indonesia. Terkait dengan dua kongres, Agung tidak mau memberikan rekomendasi kepada dua kepengurusan yang melakukan kongres sendiri-sendiri.
‘’Pemerintah tetap tidak akan memberikan rekomendasi pelaksanaan KLB PSSI Palangkaraya maupun kongres PSSI di Jakarta. Kami menganggap pelaksanaan KLB maupun kongres itu tidak sesuai dengan kesepakatan (MoU) yang telah ditandatangani,’’ tegasnya.
Melihat kondisi saat ini, pihaknya melakukan langkah antisipasi seandainya sanksi itu benar-benar turun.
‘’Sekarang kami sedang membahas bagaimana untuk mengantisipasi masalah sanksi yang akan dijatuhkan FIFA. Yang pasti, kami akan mencari jalan keluar. Kasihan pemain bisa menjadi korban konflik yang terjadi saat ini,’’ paparnya.
Pada perkembangan yang sama, Ketua Asosiasi Pelatih Sepakbola Seluruh Indonesia (APSI) GH Sutedjo menilai permasalahan konflik sepakbola sudah terlalu pelik. Karena itu, ia setuju jika FIFA menjatuhkan hukuman kepada Indonesia.
‘’Menurut saya, memang sebaiknya FIFA segera mengeluarkan keputusan sanksi,’’ katanya saat dihubungi, kemarin.
Menurutnya, sanksi FIFA akan menjadi pukulan telak bagi sepakbola Indonesia. Jika vonis itu benar-benar ada, FIFA bisa langsung menginstruksikan dibentuknya Komite Normalisasi untuk membentuk pengurus baru.
Dengan demikian, konflik bisa segera terselesaikan. ‘’Bentuk kepengurusan baru di luar PSSI dan KPSI,’’ ujarnya.(aam/son/jpnn/ila)