Laporan EKA GUSMADI PUTRA, Pekanbaru ekagputra@riaupos.co
Prestasi bulutangkis Indonesia saat ini sudah mencapai titik kulminasi terendah. Hal ini diakui oleh sejumlah pakar bulutangkis, mantan pemain, dan masyarakat pecinta olahraga ini.
Tak dapat dipungkiri, Indonesia yang dulu begitu disegani di seantero dunia, kini sudah dipandang sebelah mata.
Bulutangkis Indonesia memang tak lagi bisa memberikan kebanggaan. Prestasinya menukik tajam. Di level Asia Tenggara saja, Indonesia sudah tidak lagi mendominasi.
Thailand sebagai kekuatan baru bulutangkis Asia Tenggara sudah bisa menepuk dada karena berhasil mempecundangi pasangan ganda putra Indonesia Bona Septano/Muhamad Ahsan di Olimpiade London/2012.
Yang paling dirasa menyakitkan, adalah kegagalan skuad Merah Putih di arena Olimpiade London 2012. Jangankan mempertahankan emas.
Mengais perunggu pun tidak mampu. Tradisi medali pun lewat. Pada PON Riau, permasalahan ini kembali dibahas. Banyak yang tidak puas. Ada juga yang ingin mencari solusi.
“Ini tidak boleh didiamkan terus. Kalau tidak prestasi bulutangkis Indonesia makin terpuruk lagi,” tutur mantan juara dunia ganda campuran 1990-1992, Rosiana Tendean kemarin.
Senada, Pengprov Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Nusa Tenggara Barat (NTB) juga merasakan hal yang sama.
Pertanyaan pun muncul, apa yang salah dalam pembinaan bulutangkis sehingga prestasi para pemain Indonesia terpuruk begitu dalam?
Sebagai Ketua Harian, PBSI NTB, Bahtiar Thamrin menilai pembinaan di tubuh PB PBSI sebagai induk organisasi olahraga ini tidak berjalan dengan baik.
“Indonesia perlu figur calon Ketua Umum PB PBSI yang tahu diri, mawas diri serta bisa mengukur diri,” ujarnya.
Bagi Bahtiar, figurnya tentu harus sesuai kriteria yang tertera dalam AD/ART PB PBSI. Baginya, bulutangkis harus dipimpin oleh orang yang benar-benar mengerti bulutangkis, loyal terhadap pekerjaan, mau berkorban, berdedikasi tinggi, dan punya integritas yang mumpuni untuk mengangkat bulutangkis dari keterpurukan di titik terendah.
“Semua jangan tersandera kepentingan semu lagi. Mari gunakan hati nurani untuk menyelamatkan prestasi bulutangkis Indonesia,” tambahnya.
Indikasi tidak PB PBSI juga jelas terlihat dengan mundurnya Lius Pongoh dari jabatan Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PBSI.
“Solusi dari semua masalah ini akan dicari lewat Munas PB PBSI di Jogjakarta, 20 September mendatang. Mudah-mudahan semuanya bisa berpikiran jernih dan mencari figur yang benar-benar dapat mengembalikan kejayaan Bulutangkis Indonesia dan disegani kembali di mata dunia,” harapnya.
Senada diungkapkan pelatih bulutangkis Riau, Herry. Ia berharap Munas segera digelar akhir bulan ini sehingga dapat meningkatkan lagi pembinaan hingga ke daerah.(egp)