UNTUK KALI PERTAMA, DBL INDONESIA ALL-STAR KUNJUNGI CALIFORNIA (1)

Mencari Toko Apple, Dikerjai ke Toko Buah Apel

Olahraga | Rabu, 06 November 2013 - 09:03 WIB

Catatan: AZRUL ANANDA

Setelah tiga tahun berturut-turut mengunjungi Seattle, pada 2013 ini para pemain dan pelatih basket SMA Indonesia pilihan hadir di Negara Bagian California. Sebelum belajar dan bertanding di Sacramento, mereka santai jalan-jalan dulu di San Francisco.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Melakukan sesuatu yang baru, melangkah ke babak baru, semakin lama semakin sulit dilakukan. Khususnya untuk liga basket SMA terbesar di Indonesia, Developmental Basketball League (DBL).

Ketika dimulai pada 2004 di Surabaya, kompetisi ini ‘’hanyalah’’ turnamen SMA biasa. Kebetulan saja langsung membeludak, diikuti hampir seratus tim.

Tahun demi tahun, DBL (dulu DetEksi Basketball League) terus berkembang. Mulai 2008, liga ini ekspansi ke kota-kota lain. Dan tahun ini, Honda DBL 2013 telah diselenggarakan di 25 kota (termasuk Pekanbaru), di 22 provinsi, mulai Aceh sampai Papua.

Total pesertanya mencapai lebih dari 27 ribu orang, dengan jumlah penonton yang hadir di stadion menembus angka 650 ribu orang.

Sejak 2008 pula, DBL memulai ‘’tradisi’’ mengirimkan tim ‘’berisi pemain-pemain dan pelatih pilihan’’ ke luar negeri. Dimulai dengan Australia, kemudian berlanjut ke negeri asal basket, Amerika Serikat.

Tujuannya bukan sekadar untuk mengirim tim ke luar negeri. Tim DBL All-Star juga punya misi edukasi, harus mengunjungi sekolah-sekolah atau perusahaan-perusahaan kondang. Selain tentu saja mendapat ilmu basket dari pelatih-pelatih lokal, dan bertanding melawan tim-tim muda di luar negeri.

Proses seleksi untuk bergabung ke tim itu ‘’DBL Indonesia All-Star’’ juga semakin sulit dan kompetitif. Tahun ini, dari puluhan ribu peserta, penyelenggara dari PT Deteksi Basket Lintas (DBL) Indonesia memilih 247 anak untuk ikut DBL Camp di Surabaya.

Selama hampir sepekan, mereka dilatih dan diseleksi tim pelatih yang terdiri atas pemain atau mantan pemain NBA, plus pelatih-pelatih top dari Australia dan Amerika.

Dari jumlah itu, kemudian dipilih 14 putra dan 14 putri untuk masuk kandidat DBL Indonesia All-Star. Plus empat pelatih yang diseleksi dari 50 kandidat saat DBL Camp.

Setelah menjalani seleksi akhir, dan ujian laga melawan Tim Gold Coast Junior Allstars di Sritex Arena, Solo, barulah 12 pemain putra dan 12 pemain putri dipilih. Mereka itulah yang berhak ikut program ke Amerika.

Ahad malam lalu (3/11), rombongan tiba di Bandara Internasional San Francisco. Total berjumlah 48 orang. Selain barisan pemain dan pelatih, ikut pula sejumlah ofisial, plus perwakilan media dan partner penyelenggara (dari Honda dan Telkomsel).

***

Rombongan DBL Indonesia All-Star 2013 ini merupakan rombongan pertama yang mengikuti rangkaian program di Negara Bagian California. Sejak 2010 hingga 2012, tim yang dikirim ke Amerika selalu rutin mengunjungi Seattle, di Negara Bagian Washington.

Ini bukan berarti DBL All-Star tidak akan kembali lagi ke Seattle. Berkat Seattle-Surabaya Sister City Association (SSSCA), PT DBL Indonesia punya partner yang luar biasa di kota asal Boeing, Starbucks, dan Microsoft tersebut.

Nanti DBL All-Star diharapkan bisa mengunjungi sebanyak mungkin kota di Amerika, mendapatkan pengalaman yang berbeda-beda untuk dibagi ke Indonesia.

Bisa jadi tahun ini ke California, tahun depan kembali ke Seattle, lalu ke kota lain, dan begitu seterusnya.

Yang jelas, untuk membuat program seperti ini, tidaklah mudah. Bukan sekadar masalah finansial, melainkan juga harus adanya ‘’teman’’ penyelenggara yang membantu persiapan serta pelaksanaan selama di Negeri Paman Sam.

Untungnya, dalam sepuluh tahun terakhir, DBL punya banyak ‘’alumnus’’ yang kini kuliah di Amerika. Beruntung pula, DBL punya banyak ‘’teman’’ berkat berbagai kerja sama internasional yang selama ini dibangun.

Untuk kunjungan ke California ini, yang banyak membantu justru teman-teman dari klub NBA Sacramento Kings. Khususnya Scott Freshour, salah satu manager entertainment di klub tersebut. Dua tahun lalu, dia datang ke Indonesia untuk menonton langsung (dan berpartisipasi sebagai juri dance team) DBL di Surabaya. Yang juga banyak membantu adalah Vincent Ngai, mantan manajer tim SMA Gloria Surabaya yang kini kuliah di California.

Bersama kru dari PT DBL Indonesia, dalam beberapa bulan terakhir, mereka menyiapkan program sebaik mungkin. Mulai jalan-jalan di San Francisco sampai kegiatan inti di ibu kota California, Sacramento. Pekan ini tinggal eksekusi bersama.

Jaringan ‘’alumnus’’ dan ‘’teman’’ itu tentu tidak hanya terbatas di Seattle dan California. Juga tidak hanya di Amerika. Sulit membayangkan, seperti apa perjalanan-perjalanan DBL All-Star pada tahun-tahun mendatang!

Tahun ini saja sebenarnya sudah ada sejarah baru yang akan dicatat DBL Indonesia All-Star 2013. Pada Jumat, 8 November nanti, mereka menjadi tim basket Indonesia pertama yang berlaga di lapangan basket NBA. Hari itu, mereka mendapat kesempatan bertanding di Sleep Train Arena, kandang Sacramento Kings!

***

Bagi saya (Azrul Ananda) sebagai commissioner DBL, kunjungan ke Sacramento memberikan kesan tersendiri. Dulu, hingga 1999, saya bertahun-tahun tinggal di Sacramento, menyelesaikan kuliah di California State University Sacramento (Sacramento State).

Bahwa tim DBL All-Star akan ke Sacramento, seolah meneruskan paralel antara perjalanan sekolah saya dulu dengan perkembangan DBL All-Star.

Dulu, setelah lulus SMP, dan lolos seleksi pertukaran pelajar ke Amerika, Seattle adalah kota pertama yang saya kunjungi. Di sana, saya bersama puluhan exchange student lain dari Indonesia dan Jepang mengikuti camp untuk persiapan menghadapi hidup di keluarga Amerika.

Seattle, pada 2010, menjadi kota pertama yang dikunjungi DBL All-Star di Amerika.

Setelah SMA di Kansas, saya kuliah di Sacramento. Dan kini, DBL All-Star ikut saya ke Sacramento!

Tentu saja, ini memberikan kesempatan bagi saya untuk berbagi perjalanan masa sekolah saya dulu! Mengunjungi kampus saya, melihat langsung suasana kuliah di Amerika. Menonton pertandingan Sacramento Kings, tim favorit saya. Bertanding di Sleep Train Arena (dulu Arco Arena), tempat saya diwisuda pada Desember 1999.

Tidak ketinggalan, makan di restoran-restoran favorit saya. Termasuk, restoran seafood Yuet Lee di San Francisco (cumi goreng terenak di dunia!) pada hari pertama kegiatan, Senin lalu (4/11). Nanti DBL All-Star juga saya ajak makan di Dining Commons, kafetaria kampus tempat saya dulu bekerja jadi pelayan dan pencuci piring saat kuliah.

Bagi DBL All-Star, ini bakal jadi pengalaman baru. Bagi commissioner liga, ini perjalanan nostalgia!

***

Senin pagi (4/11), menandai dimulainya segala aktivitas DBL All-Star selama di Amerika. Walau malam sebelumnya baru mendarat dan masih berkutat melawan jet lag, Senin pagi itu pukul 06.30 semua sudah harus siap di lobi hotel.

Agenda hari itu dijadwalkan santai. Jadi, semua diharapkan sudah selesai melawan jet lag sesegera mungkin.

Pagi itu, jadwal pertama adalah mengunjungi Golden Gate Bridge. Bus membawa rombongan melintasi jembatan legendaris sepanjang 2,7 km tersebut. Lalu, berhenti di Vista Point, di sisi Marin County, tempat turis berfoto dengan latar belakang jembatan dan Kota San Francisco.

Mengingat ini sudah bulan November, memasuki musim dingin, sempat dikhawatirkan acara foto-foto tersebut bakal kurang asyik. Kabut bisa saja menyelimuti jembatan. Untungnya, pagi itu langit cerah. Matahari bersinar. Foto yang direncanakan pun jadi kenyataan: Foto tim dengan latar belakang Golden Gate!

Anak-anak DBL All-Star juga sempat berjalan di atas jembatan yang selesai dibangun pada 1937 tersebut. Walau tidak sampai menyeberang, itu sudah memberi pengalaman yang tak terlupakan.

‘’Beberapa kali melihat jembatan ini di film-film, eh tahu-tahu sekarang saya bisa foto-foto di sini,’’ ungkap Putriana Dwi Fadzriyah, pemain dari SMAN 9 Bandung, yang beberapa kali meminta tolong rekannya untuk mengambil foto dirinya dengan latar belakang Golden Gate.

Dari Golden Gate, rombongan menuju Pier 39, kawasan wisata kondang lain di San Francisco. Dari sana, mereka naik feri, mengelilingi penjara superkondang Alcatraz.

Walau tidak menginjakkan kaki di Pulau Alcatraz, rombongan DBL All-Star berkesempatan melihat langsung penjara menyeramkan itu dari jarak yang sangat dekat. Feri yang mengangkut DBL All-Star mengelilingi bahkan sempat mematikan mesin di bagian depan penjara.

‘’Gak nyangka aja bisa sedekat ini dengan penjara paling seram sedunia,’’ ujar Dara Tahirah Sudrajat, pemain asal SMAN 2 Bandung. ‘’Tetapi, ada untungnya juga kita tidak mendarat di Alcatraz. Nanti malah terbayang-bayang arwah bekas penghuninya.’’

Selepas mengitari Alcatraz, rombongan DBL All-Star disambut riuh penunggu setia Pier 39. Mereka adalah sekelompok singa laut (sea lion atau seal) yang berjemur di sisi dermaga dan terus menyalak seolah bahagia mendapat kunjungan rombongan DBL All-Star.

‘’Petualangan’’ di sekitar Pier 39 berlanjut setelah makan siang. Selain merupakan dermaga untuk menuju Alcatraz, Pier 39 adalah lokasi berbelanja dan berburu oleh-oleh bagus. Seluruh anggota rombongan DBL All-Star langsung melepaskan dolar di lokasi itu.

Masih dalam rangka mengumpulkan oleh-oleh, kegiatan belanja di dermaga Pier 39 berlanjut ke Union Square, semacam alun-alun Kota San Francisco. Plaza itu dikelilingi mal dan toko-toko merek terkenal.

‘’Saya berburu handphone merek Apple keluaran terbaru,’’ ujar Jap Ricky Lesmana, asisten kepala pelatih putra DBL All-Star, dari SMA Bukit Sion Jakarta.

‘’Sialnya, setelah bertanya kepada salah seorang penduduk kota, saya tadi sempat terburu-buru berlari menuju toko Apple. Ternyata, itu adalah toko buah apel. Saya dikerjai salah seorang penduduk sini!’’ lanjutnya seru.

Hari santai itu berakhir dengan makan malam di Yuet Lee. Terletak di China Town, restoran seafood yang populer bagi anak-anak Indonesia di sana itu punya julukan ‘’Warung Ijo’’. Maklum, warnanya memang hijau!

Dasar tim basket, khususnya yang putra, setiap makanan yang disajikan langsung ludes setiap kali diantarkan ke meja.

‘’Kami butuh pasokan tenaga setelah berkeliling seharian,’’ ujar Marvanico Tjokrosoeharto, pemain asal SMA Kolese St Yusup, Malang. ‘’Kami butuh energi juga untuk perjalanan selanjutnya,’’ imbuhnya.

Senin malam itu, setelah dinner, rombongan langsung menuju Sacramento. Program-program yang ‘’sebenarnya’’ telah menanti hingga tiba waktunya pulang, 10 November nanti?(bersambung)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook