JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Ketua Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) Suhendra Hadikuntono mengatakan, jumlah penonton sepak bola Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia.
“Melihat sepak bola dunia sudah menjadi industri raksasa, lalu apa yang telah diberikan FIFA untuk perkembangan sepak bola Indonesia? Selama ini kita telah dikerdilkan atau dibonsai oleh FIFA," ujar Suhendra di Jakarta, Kamis (5/9).
Suhendra melihat indikasi pengerdilan sepak bola Indonesia oleh FIFA tersebut merupakan kegagalan fatal diplomasi yang dilakukan para petinggi PSSI selama ini.
Suhendra menduga penyebab hal itu setidaknya ada dua hal. Pertama, para petinggi PSSI merasa inferior dalam tata pergaulan persepakbolaan internasional sehingga tidak berani menaikkan bargaining position (posisi tawar) Indonesia di depan FIFA.
Kedua, ada kesengajaan dari pengurus PSSI agar mereka bisa mengeruk keuntungan pribadi dengan melakukan kongkalikong dengan pejabat FIFA.
Dia menambahkan, selama ini banyak yang menilai FIFA organisasi absolut, tidak pernah salah, dan tak tersentuh.
“Menurut saya, pandangan itu salah besar. Penangkapan Sepp Blatter dan kroni-kroninya beberapa waktu lalu menunjukkan FIFA selama ini telah dikelola secara kotor, tidak profesional dan sarat korupsi,” jelasnya.
Suhendra menegaskan hal tersebut terkait suksesi di tubuh PSSI yang sebentar lagi dilakukan.
Dia menjelaskan, KPSN tidak punya kepentingan terhadap suksesi PSSI.
“KPSN hanya menjaga agar norma dan etika suksesi di PSSI tetap berjalan dalam koridor kepatutan untuk mengembalikan muruah persepakbolaan nasional yang sempat dirusak kasus match fixing yang melihatkan mafia sepak bola," paparnya.
Suhendra menegaskan, KPSN ingin memastikan figur yang akan memimpin PSSI empat tahun mendatang adalah yang bersih dan kuat sehingga mempunyai kemampuan menaikkan posisi tawar persepakbolaan Indonesia di kancah internasional.
"Kompetisi sepak bola negara mana yang tidak bisa dinikmati oleh pemirsa di Indonesia? Namun, apa keuntungan ekonomi yang didapatkan pemerintah Indonesia?" ujarnya.
Pengurus PSSI, lanjut Suhendra, harus berani duduk kembali dengan presiden FIFA untuk melakukan negosiasi ulang tentang posisi tawar potensi Indonesia dalam perkembangan industri sepak bola di dunia.
"Contoh kecil, dengan melihat potensi dan kontribusi populasi Indonesia dalam perkembangan industri sepak bola dunia, seharusnya FIFA memberikan penghargaan dengan menempatkan Sekretariat AFC (Asian Football Confederation) di Indonesia, bukan di Malaysia yang kontribusinya hanya sepersepuluh dari Indonesia," terangnya.
Sampai kapan upaya pengerdilan sepak bola Indonesia ini terjadi? Suhendra mengatakan, hal itu akan berakhir ketika PSSI dipimpin oleh ketum yang mempunyai derajat berpikir tinggi dan bersih.
Selain itu, ketum PSSI juga harus mempunyai kemampuan dan niat baik untuk menaikkan posisi tawar Indonesia di kancah persepakbolaan internasional.
"Kalau petinggi PSSI masih terkontaminasi virus mafia sepak bola dan PSSI hanya digunakan sebagai ladang untuk mengeruk uang, kita akan terus dibonsai dan dipandang sebelah mata oleh FIFA. Ujungnya, prestasi sepak bola kita tidak akan pernah bisa seperti yang kita harapkan," tandas Suhendra. (jos/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal