JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Selama satu dekade, Eko Yuli Irawan menjadi satu-satunya jagoan Indonesia di kelas 62 kg (dan kini 61 kg). Namun, sekarang sudah ada lifter belia yang siap menggantikannya. Yakni, Muhammad Faathir. Masih sangat muda. Baru akan merayakan sweet seventeen tiga pekan lagi.
Muhammad Faathir baru masuk pelatnas angkat besi di Kwini, Jakarta Pusat, pada 2018. Namun, hanya dalam setahun, perkembangannya begitu pesat.
Tahun lalu, pada Oktober, dia terjun di Kejuaraan Asia Remaja dan Junior di Pyongyang, Korea Utara. Lifter spesialis 61 kg itu tidak hanya merebut tiga emas. Tapi juga memecahkan tiga rekor Asia serta dua rekor dunia!
Rekor dunia dicetak pada angkatan clean & jerk, dari 149 kg menjadi 153 kg. Juga total angkatan, dari 269 kg menjadi 272 kg. Pada dua angkatan itu, dia mematahkan catatan sebelumnya milik lifter Turki Donen Dogan. Di level Asia, selain clean & jerk dan total angkatan, dia memecahkan rekor snatch. Yakni, dari catatan lama 118 kg menjadi 119 kg.
"Saya sangat bangga bisa memecahkan rekor dan memasuki negara yang angkat besinya sangat menonjol di dunia," tutur Faathir kepada Jawa Pos kemarin.
Sayang, setelah mencetak prestasi sekeren itu, Faathir tidak masuk skuad SEA Games 2019. Sebab, di kelasnya masih ada Eko Yuli Irawan yang juga mengejar emas.
Tak diperlukan waktu lama buat cowok yang berulang tahun tiap 21 Mei itu untuk bersinar lagi. Pada 15 Februari lalu, dia memborong 6 emas di Kejuaraan Asia Remaja dan Junior 2020 di Tashkent, Uzbekistan.
Masing-masing 3 emas level remaja putra dan 3 emas dari level junior. Di ajang itu pula dia memecahkan rekornya sendiri dengan total angkatan 273 kg.
Bagaimana dia bisa terus mempertajam rekor? Faathir, tampaknya, juga tak punya jawaban pasti. Dia adalah lifter dengan bakat alam yang luar biasa bagus. Yang dia lakukan "hanya" menjaga pola hidup. Misalnya, mengatur makanan dan istirahat yang cukup. Selain itu, tentu latihan dan berdoa.
Faathir lalu mengenang perkenalannya dengan dunia angkat besi. Saat dia masih berusia 10 tahun, dia sempat menggeluti sepak bola dan panjat tebing. Faathir berlatih di dua cabang itu selama sekitar enam bulan.
Ketika sedang asyik-asyiknya main bola dan panjat tebing, Faathir melihat sepupunya, Nani Prasasti, menjadi juara angkat besi. Faathir tertarik. Dia coba-coba ikut.
"Entah kenapa, saya merasa lebih mendapatkan feel ketika latihan angkat besi. Nggak seperti dua cabor lain yang saya ikuti sebelumnya," ceritanya.
Setahun berlatih, Faathir sudah tampil di Kejurda Kalimantan Timur (Kaltim) 2014. Dia langsung menempati peringkat keempat. Namun, perkembangan dia sangat bagus. Masuk usia 12 tahun, yakni 2015, dia mewakili Kaltim dalam kejurnas di Bandung.
Dari situlah dia ditemukan oleh pencari bakat timnas. Dia lalu ditarik bersekolah di Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Kemenpora di Ragunan.
Bulan lalu semestinya Faathir terjun di Kejuaraan Dunia Junior 2020 pada Maret. Sayang, event tersebut ditunda karena pandemi virus corona baru. Padahal, itu adalah ajang farewell dia ke level junior.
"Saya harus ada tangga dulu dengan jadi juara dunia remaja, baru insya Allah ke senior," ucapnya.
Daripada menyesali event yang batal, dia kini mengalihkan fokus untuk tampil maksimal di level senior tahun depan. Ada beberapa event yang sudah diincar. Mulai PON XX/2020 Papua, SEA Games Hanoi 2021, Asian Games 2022, hingga Olimpiade 2024.
Kerap disebut-sebut sebagai penerus Eko Yuli, Faathir bilang tidak terbebani. Buat lifter dengan tinggi badan 160 cm itu, digadang-gadang meneruskan legacy seorang legenda malah menjadi motivasi tambahan.
"Ini menjadi pacuan saya setiap latihan ataupun pada pertandingan agar bisa lebih baik," katanya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi