PPKM Dicabut, Pemerintah Ingatkan Tetap Pakai Masker

Nasional | Sabtu, 31 Desember 2022 - 10:50 WIB

PPKM Dicabut, Pemerintah Ingatkan Tetap Pakai Masker
Memakai masker. (DOK.RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tidak ada lagi pembatasan kerumunan maupun kegiatan masyarakat. Setelah kali pertama diterapkan pada 11 Januari 2021, kemarin (30/12) pemerintah memutuskan mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Presiden Joko Widodo saat mengumumkan pencabutan PPKM tersebut menyatakan, Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 dengan baik. ”Sekaligus bisa menjaga stabilitas ekonominya,” katanya. Keseimbangan penanganan pandemi dan menjaga ekonomi itu dilakukan dengan kebijakan gas dan rem.


Data per 27 Desember 2022, kasus Covid-19 tercatat 1,7 kasus per satu juta penduduk. Kemudian, positivity rate mingguan berada di angka 3,35 persen. Tingkat perawatan rumah sakit berada di angka 4,79 persen. Sementara itu, angka kematian 2,39 persen. ”Ini semua berada di bawah standar dari WHO,” ungkap mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Beberapa waktu terakhir, kata presiden, seluruh wilayah di Indonesia menerapkan PPKM level 1 atau tingkat yang paling longgar. Pemerintah selama sepuluh bulan terakhir juga melakukan sejumlah kajian. Berdasar hasil kajian dan sejumlah angka indikator tadi, pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022. 

”Jadi, tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat,” kata Jokowi.

Meski begitu, Jokowi meminta masyarakat tetap waspada. Masyarakat diminta untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan menghadapi risiko tertular Covid-19. Di antaranya, tetap menggunakan masker di keramaian serta ruang tertutup.

Kemudian, kesadaran untuk mengikuti vaksinasi Covid-19 terus digalakkan sehingga bisa memperkuat kekebalan masyarakat. Selain itu, Jokowi mengatakan, masyarakat harus semakin mandiri dalam mencegah penularan, mendeteksi gejala, dan mencari pengobatan.

Meski PPKM dicabut, lanjut Jokowi, satgas Covid-19 di daerah tetap dipertahankan. Khususnya pada masa-masa transisi. Selain itu, sebagai antisipasi ketika ada risiko persebaran yang lebih cepat. Fasilitas kesehatan di semua wilayah juga harus tetap siaga dengan dukungan fasilitas dan tenaga kesehatan. 

”Juga perlu saya sampaikan, jangan sampai ada kekhawatiran. Walaupun PPKM dicabut, bansos akan tetap dilanjutkan pada 2023,” tegasnya. Pemberian bantuan vitamin dan obat-obatan juga tetap dijalankan. Termasuk beberapa insentif perpajakan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan lebih lanjut soal pendanaan pengobatan kasus Covid-19. ”Secara bertahap nanti kita review,” katanya. Menurut dia, ketentuan pembiayaan Covid-19 yang sekarang berjalan masih berlaku. 

"Jadi, kalau ada yang sakit, masih kita (pemerintah) tanggung,” tuturnya. Sambil berjalan, pemerintah melakukan review untuk membuat aturan baru.

Ada beberapa kasus yang perlu menjadi perhatian. Misalnya, ada pasien sakit jantung, tapi ketika dites positif Covid-19. 

”Kasus seperti ini mungkin kita kembalikan ke BPJS karena sakit jantung,” tuturnya. Begitu pula pasien kanker yang saat akan kemoterapi diketahui positif Covid-19 akan dilayani BPJS Kesehatan. Berbeda dengan selama ini, semua kasus penyakit selama ada indikasi positif Covid-19 ditanggung uang APBN.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, instruksi Mendagri tentang PPKM dicabut. Sebagai gantinya, ada aturan tentang pencegahan dan pengendalian coronavirus disease 2019 pada masa transisi menuju endemi. 

”Salah satu di dalamnya pemberhentian PPKM,” katanya. Tito menambahkan, dalam aturan baru itu nanti implikasinya ada pada perda dan perkada.

Secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan, antibodi masyarakat Indonesia sudah berada di angka 98,5 persen berdasar hasil pendataan sero survey. 

”Itu menunjukkan bahwasanya bangsa kita mempunyai kekebalan. Baik itu yang melalui infeksi maupun melalui vaksinasi,” terang Syahril.

Kendati demikian, dia mengingatkan, sampai saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir. Yang disudahi atau ditiadakan pemerintah hanya kebijakan PPKM.

”Walaupun PPKM sudah dicabut, kita masih dalam suasana pandemi (Covid-19). Jadi, WHO mengatakan pandemi belum berakhir. Baru tanda-tandanya saja yang kelihatan,” beber dia. Karena itu, semua pihak harus tetap waspada, termasuk terus mendukung pelaksanaan vaksinasi.

Di sisi lain, untuk kali pertama sejak beroperasi pada Maret 2020, Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, nol pasien pada Kamis (29/12) dan Jumat (30/12). Berdasar data yang diterima dari RSDC Wisma Atlet, sekitar dua tahun beroperasi telah dilayani ratusan ribu pasien rawat inap. Perinciannya, 127.476 pasien terkonfirmasi Covid-19, 3.100 pasien suspek, dan 619 pasien kontak erat. Dari angka tersebut, 475 pasien meninggal dan 1.002 pasien dirujuk ke rumah sakit lain.

Berdasar angka-angka tersebut, case fatality rate di RSDC Wisma Atlet tercatat berada di angka 0,38 persen. Meski belum disampaikan secara resmi, kabar baik itu menguatkan rencana pemerintah untuk menyudahi operasional RSDC Wisma Atlet. Secara terperinci, informasi tersebut rencananya disampaikan kepada publik, Sabtu (31/12/2022).

Pihak RSDC Wisma Atlet menyatakan bahwa mereka tidak mengosongkan fasilitas kesehatan itu. Namun, memang sudah tidak ada pasien yang dirawat di sana. Sebelum benar-benar dihentikan operasionalnya oleh pemerintah, dipastikan para tenaga kesehatan di RSDC Wisma Atlet tetap bertugas. ”Saat ini tetap di-standby-kan tower 6,” ungkap Koordinator Humas RSDC Wisma Atlet Kolonel Mintoro Sumego.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook