JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- DPR menyambut baik bantuan subsidi upah (BSU) bagi pekerja berpenghasilan di bawah Rp5 juta. Program tersebut dipercaya akan membantu kesulitan para pekerja bergaji rendah di tengah wabah Covid-19. Namun, kebijakan itu juga harus menyasar pegawai non-ASN dan guru honorer.
Anggota DPR RI Yahya Zaini mengatakan,pemerintah perlu memperluas cakupan kepesertaannya. Tidak hanya terbatas bagi pekerja penerima upah yang menjadi peserta BP Jamsostek semata. Tetapi juga melibatkan pegawai non-ASN di lingkungan pemerintah, seperti guru honorer, cleaning service, OB, satpam dan pekerja taman.
"Tentu dengan syarat mereka terdaftar sebagai peserta Jamsostek," ujar Yahya.
Menurutnya, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp37,7 triliun untuk memberikan bantuan subsidi upah kepada 15,7 juta pekerja yang bergaji di bawah Rp5 juta. Bantuan sebesar Rp600 ribu per bulan diberikan selama 4 bulan atau sebanyak 2,4 juta. Pencairannya dilakukan 2 tahap, masing-masing Rp1,2 juta.
Menurut BP Jamsostek, hingag saat ini telah terkumpul sebanyak 13,8 juta rekening pekerja yang bergaji di bawah 5 juta. Dari jumlah tersebut, 10,8 juta pekerja yang tervalidasi. Kemudian, 1,1 juta tengah divalidasi ulang dan dikembalikan kepada perusahaan pemberi kerja untuk diperbaiki. Antara lain, karena punya lebih dari satu rekening bank.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, dari selisih 15,7 juta dikurangi 13,8 juta ada sekitar 1,9 juta yang bisa digunakan untuk bantuan subsidi upah bagi guru honorer dan pegawai non ASN di lingkungan kantor pemerintah. "Guru honorer dan pegawai non ASN harus mendapat perhatian," paparnya.
Untuk itu, legislator dari Dapil Jawa Timur VIII itu mendesak Kementerian Tenaga Kerja segera menugaskan BP Jamsostek untuk melakukan verifikasi dan validasi data pekerja yang masuk kategori di atas.
Yahya percaya program bantuan subsidi upah tersebut akan mendongkrak daya beli masyarakat, sehingga dapat memutar roda ekonomi. Program tersebut sekaligus melengkapi bantuan sosial lainnya yang telah diluncurkan pemerintah, seperti program PKH, kartu sembako, bantuan tunai langsung, subsidi listrik, dan bantuan UMKM.
Selain itu, dia juga berharap pekerja informal yang belum mendapat bantuan sosial dicarikan solusi agar mereka juga mendapat bantuan. "Sehingga mereka bisa bertahan hidup di tengah pandemi Korona yang menyulitkan masyarakat," jelasnya.
Menyoal terkait BSU bagi pegawai pemerintah non-ASN, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan, bahwa mereka telah masuk dalam skema 15, 7 penerima. Pemerintah telah melakukan penyesuaian dengan merapatkan kembali para pegawai pemerintah non ASN ini. Tak terkecuali honorer.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut kuota penerima ditambah, dari yang awalnya 13,8 juta menjadi 15,7 juta penerima bantuan," paparnya.
Namun dengan syarat, terdaftar sebagai peserta aktif BPJamsostek, WNI, gaji di bawah Rp 5 juta, dan tidak menerima gaji ke-13. Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Soes Hindharno menambahkan, bagi pekerja penerima BSU tidak perlu risau bila belum menerima dana bantuan yang mulai disalurkan pada 26 Agustus 2020 lalu. Sebab, penyaluran memang dilakukan bertahap. Pada tahap awal pun, baru 2,5 juta pekerja yang menerima BSU.
Kemudian, perlu dipahami pula jika penerima ternyata kepemilikan nomor rekeningnya di luar bank himbara. Kemungkinan sampainya pun bakal lebih lama. sekitar 4-5 hari dibanding mereka yang memiliki tabungan di bank himbara.
"Ini urusan management perbankannya. Contohnya, BRI disetorkan ke BRI Aceh sehari sampai. Kalau dari BNI ke Maybank Kalbar, maksimalnya bisa lima hari," paparnya.
Namun, bila dana tak kunjung datang padahal pekerja merasa telah memenuhi segala prasyarat maka dapat melakukan pengaduan ke BPJamsostek. Pekerja bisa langsung datang ke kantor BPJamsostek terdekat. Selain itu, pekerja dapat mengadu ke Kemenaker melalui laman sisnaker untuk kemudian ditindaklanjuti.(lum/mia/jpg)