Pasal Penghinaan Presiden dalam Draf RKUHP Tak Akan Dihapus Pemerintah

Nasional | Kamis, 30 Juni 2022 - 16:26 WIB

Pasal Penghinaan Presiden dalam Draf RKUHP Tak Akan Dihapus Pemerintah
Spanduk protes dibentangkan sejumlah mahasiswa dari beberapa kampus saat berunjuk rasa terkait pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di kawasan patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Selasa (21/6/2022) lalu. (DERY RIDWANSYAH/JAWAPOS.COM/RPG)

BAGIKAN



BACA JUGA


JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menyatakan, tidak akan menghapus pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Eddy Hiariej tak mempermasalahkan, jika nantinya ada masyarakat yang merasa tidak puas dengan pasal penghinaan terhadap Presiden.


“Tidak akan kita hapus (pasal penghinaan presiden di RKUHP),” kata pria yang karib disapa Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pekan terakhir Juni 2022.

Eddy tak memungkiri, pasal penghinaan presiden menimbulkan pro kontra, sehingga pernah dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan judicial review (JR). Namun, MK menolak gugatan tersebut.

“Kita kan tetap mengatur penghinaan terhadap penguasa umum. Pasal itu diuji dan ditolak MK. Kalau ditolak itu artinya bertentangan atau tidak? Kan berarti tidak bertentangan,” ucap Eddy.

Eddy juga mempersilakan kepada sejumlah pihak untuk mengajukan uji materi ke MK, jika nanti ada yang tidak puas dengan sejumlah pasal dalam RKUHP.

“Intinya kita begini ya, tidak akan mungkin memuaskan semua pihak. Jadi kalau tidak setuju, ya pintu MK kan terbuka,” tegas Eddy.

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) ini pun menyatakan, tidak akan segera mengesahkan RKUHP dalam waktu dekat. Dia menyebut, sampai saat ini masih ada perbaikan dalam RKUHP.

Hal ini karena banyak kesalahan redaksi dalam RKUHP. Sehingga hal ini perlu diperbaiki secara rinci.

“Masih banyak typo. Kemudian, harus mensinkronkan antara batang tubuh dan penjelasan,” ujar Eddy.

Bahkan, pihaknya juga masih membahas terkait sanksi pidana dalam RKUHP. Hal ini tak dipungkiri merupakan substansi yang krusial, sehingga membutuhkan perbaikan yang jelas.

“Jadi sanksi pidana ini kita harus mensinkronkan supaya tidak ada disparitas,” pungkas Eddy.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook