JAKARTA(RIAUPOs.CO)– Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi menyampaikan usul biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2020 ke DPR kemarin (28/11). Rata-rata besarannya sama dengan BPIH 2019. Bahkan, bisa lebih murah jika rencana pungutan biaya visa haji tidak jadi diberlakukan pemerintah Arab Saudi. Usulan BPIH 2020 itu disampaikan langsung oleh Menag Fachrul Razi. Sesuai Undang-Undang 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, saat ini ada istilah BPIH dan bipih.
Bipih adalah singkatan dari biaya perjalanan ibadah haji. Itu adalah biaya riil yang dibayar calon jamaah haji (CJH). Seperti diketahui, tahun ini rata-rata ongkos haji yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 35.235.602 per jamaah. Dalam usulan bipih 2020, Kemenag juga menyampaikan besaran yang sama. Usulan harga tersebut sudah termasuk biaya visa yang ditetapkan Rp 1,136 juta per orang. Fachrul mengatakan, pada 2 Desember depan dia terbang ke Saudi untuk menandatangani MoU pelayanan haji 2020. Dalam pertemuan itu, dia sekaligus akan melobi pemerintah Saudi supaya biaya visa haji Rp 1,136 juta tidak diterapkan. ”Jika biaya visa haji tersebut tidak jadi diterapkan, biaya yang ditanggung jamaah tahun depan lebih murah,” katanya. Meskipun begitu, Fachrul mengatakan, besaran bipih yang disampaikan Kemenag saat ini masih usulan. Perinciannya akan dibahas panitia kerja (panja) gabungan pemerintah dan DPR. Diharapkan awal 2020 bipih atau biaya haji yang ditanggung jamaah sudah bisa ditetapkan. Fachrul lantas mengungkapkan, biaya haji yang ditanggung jamaah terdiri atas beberapa komponen. Di antaranya, komponen penerbangan Rp 28,419 juta, living cost alias uang saku Rp 5,6 juta, dan biaya visa Rp 1,136 juta. Terkait pelayanan haji tahun depan, tidak ada perbedaan signifikan dengan tahun ini. Di antaranya adalah jamaah gelombang pertama diberangkatkan menuju Madinah dahulu. Kemudian, jamaah gelombang kedua mendarat langsung di Jeddah. Untuk penempatan hotel di Makkah, juga digunakan sistem zonasi. Misalnya, jamaah dari embarkasi Surabaya (SUB) menempati hotel di kawasan Mahbasjin. Sementara itu, makan atau layanan katering di Makkah tahun depan rencananya diberikan 50 kali. Kemenag Kaji Umrahkan Korban First Travel Korban First Travel (FT) masih berpeluang untuk tetap bisa berangkat umrah. Kementerian Agama (Kemenag) sedang mengkaji skema khusus untuk memberangkatkan jamaah korban penipuan FT tersebut. Menag Fachrul Razi menyatakan, Kemenag segera menginventarisasi para korban FT. Dia menuturkan, Kemenag akan memisahkan korban FT kategori kaya atau mampu dengan yang kelas menengah atau tidak mampu. Nah, korban kategori kelas menengah atau tidak mampu itulah yang diupayakan tetap bisa berangkat umrah. ”Tapi, ini bergantung bagaimana kesediaan teman-teman (korban, Red) First Travel,” jelasnya di gedung DPR kemarin (28/11). Nanti, kelompok korban FT yang kaya atau mampu diminta mengikhlaskan kerugiannya. Sebab, pada dasarnya, mereka itu mampu untuk membeli paket umrah dengan harga yang wajar. Tetapi kemudian memilih FT karena iming-iming harga murah. Korban FT dengan keadaan ekonomi menengah, pas-pasan, atau bahkan kurang mampu akan diberangkatkan. Caranya, dititipkan ke travel umrah yang besar dan selama ini mengeruk banyak laba dari bisnis umrah. Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com