PADANG (RP) - Satu hari pasca penyisiran atau sweeping yang dilakukan Polres Dharmasraya di Sitiung V Jorong Aur Jaya Kanagarian Koto Padang, perkampungan tersebut terlihat sepi.
Tidak terlihat aktivitas seperti hari-hari sebelumnya. Tidak tampak aktivitas anak-anak bermain-main di halaman rumah. Begitupun dengan sekolah mulai dari PAUD, TK dan Sekolah Dasar, juga tutup artinya tidak ada aktivitas belajar mengajar.
Sebagian besar rumah terlihat tutup. Begitupun dengan areal perkebunan baik sawit maupun juga tidak terlihat aktivitas. Tidak ada masyarakat yang datang ke kebun, baik menderes atau memotong karet atau memotong sawit. Semuanya benar-benar sepi.
Sweeping yang dilakukan benar-benar membuat warga trauma, mereka memilih mengunci pintu dan berdiam diri di rumah, di samping itu kaum laki-laki yang luput dari aksi sweeping juga memilih menyelamatkan diri lari ke kebun-kebun atau hutan-hutan.
Jotong Aur Jaya yang terletak sekitar 25 Km dari Polres Dharmasraya atau sekitar 18 Km dari Jalan Lintas Sumatera tersebut, seperti perkampungan yang baru saja dapat musibah besar.
Tidak ingin berlama-lama dengan kondisi tersebut, Polres Dharmasraya dengan diback up Polres Sijunjung, Polres Sawahlunto, Polda dan Brimob, kembali mendatangi lokasi tersebut.
Namun kedatangan kali ini bukan untuk melakukan sweeping lagi, melainkan memulihkan trauma warga Aur jaya terutama anak-anak dan wanita pasca sweeping.
Di samping itu juga dilakukan pendataan terhadap warga dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan lagi sebagian warga yang diamankan pada saat sweeping pada Senin (25/11).
Dari pantauan RPG di lapangan, sebagian besar rumah di Aur Jaya yang terdiri dari tiga jorong masing-masing Aur Jaya Satu, dua dan Aur Jaja Tiga terlihat sepi.
Warga lebih memilih menutup pintu dan berhenti beraktivitas. Mereka takut polisi akan kembali datang melakukan aksi sweeping.
Di awal kedatangan aparat warga masih kelihatan takut, wajah-wajah trauma terutama dari anak-anak dan kaum wanita terlihat nyata, kendati diiringi rasa takut mereka berusaha menerima aparat, walau dengan pandangan penuh kecurigaan.
Namun setelah dijelaskan jika kedatangan bukan untuk melakukan penangkapan, melainkan untuk mengembalikan lagi sebagian warga yang diamankan, wajah mereka terlihat mulai berubah. Ada rona bagian, walau kecemasan tetap terlihat.
“Kami trauma dengan kedatangan polisi yang membawa sebagian besar kaum laki-laki yang mereka temui pada saat mereka datang ke kampung kami ke Kantor Polisi. Pada hal suami saya baru saja pulang dari kebun, dia tidak ikut dalam aksi penganiayaan tersebut. Namun tetap saja dibawa. Hal itu membuat saya takut dan trauma. Apa lagi anak saya, yang masih berusia empat tahun,” ucap salah seorang warga yang mengaku bernama Ningsih
Hal senada dijelaskan Tuginem. dengan menggendong seorang anak perempuan yang berusia sembilan tahun, Tuginem menceritakan aksi sweeping tersebut.
“Lihatlah anak saya, dia betul-betul trauma, begitu melihat polisi datang dia langsung minta digendong, saya tidak tahu bagaimana caranya agar trauma anak saya bisa hiang. Hampir semua anak-anak trauma,” jelasnya.(eca)