JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebanyak 90 persen masyarakat Indonesia menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan-kebijakan nasional. Indonesia harus berdaulat dan mengutamakan kepentingan rakyat. Ini terungkap dari Survei Nasional Pancasila yang disusun Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI), Kris Wijoyo Soepandji dan M. Sofyan Pulungan.
“Survei ini dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Pancasila yang dilakukan melalui jajak pendapat secara daring terhadap 1.000 responden. Dari survei ditemukan bahwa 62 persen responden menganggap bahwa pemerintah masih berpegang pada Pancasila sebagai dasar pembuatan kebijakan, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan, 90 persen responden solid menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan pemerintah Indonesia,” papar Kris dalam risetnya.
Sebelumnya saat Seminar Nasional Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIV Lemhannas, Kris telah memaparkan bahaya intervensi asing bagi kestabilan global kepada Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 11 Oktober 2022 lalu. Temuan-temuan tersebut juga sudah disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo pada 12 Oktober 2022.
“Bagaimanapun kita perlu berhati-hati, bukan mengisolir diri. Penyelesaian eksternalitas negatif di tiap negara diselesaikan dengan memegang prinsip kesetaraan dan keadilan, bukan dengan cara intervensi,” tegas Kris.
Secara terpisah dosen FH-UI Agus Brotosusilo menjelaskan, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Oleh karenanya, seluruh produk hukum di Indonesia wajib berlandaskan Pancasila. Alpanya Pancasila dalam penyusunan kebijakan, terlebih jika kebijakan tersebut terbit karena disusupi kepentingan asing, akan berdampak pada hilangnya kedaulatan nasional serta menciptakan anomie masyarakat.
“Kebijakan yang terbit akibat intervensi jelas akan memengaruhi kedaulatan dan kepentingan nasional. Dan ini akan berdampak terciptanya anomie masyarakat. Saat masyarakat kebingungan atau kehilangan norma dan nilai-nilai yang selama ini dipegang. Misalnya, berdasarkan Pancasila, sistem ekonomi kita adalah ekonomi kerakyatan. Namun ini menjadi liberal dan kapitalistik karena intervensi,” jelas Agus, Jumat (28/10/22).
Agus melanjutkan, intervensi-intervensi asing biasanya dilakukan dengan memengaruhi pemangku kebijakan kunci untuk menyisipkan kepentingan-kepentingannya. Aksi mempengaruhi kebijakan ini kerap diikuti dengan sejumlah pendanaan yang biasanya dimobilisasi oleh lembaga swadaya masyarakat atau lembaga-lembaga donor.
Dalam kesempatan serupa, Wakil Dekan FH-UI Andri Gunawan Wibisana mengatakan, secara historis, intervensi asing semakin nyata setelah era reformasi. IMF mendikte sejumlah undang-undang terutama di bidang ekonomi. Andri menegaskan bahwa menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional adalah penting, sebagai contoh terbitnya Perpres No. 8/2021 yang juga mengatur tentang mitigasi ancaman non-militer berupa intervensi asing dalam dimensi legislasi merupakan langkah yang tepat.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman