JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat kaget ketika seorang petani asal Riau memperkenalkan diri lengkap dengan gelarnya profesor dan doktor. Ada satu lagi yang tidak disebutkan, master agama (MAg). Ini berlangsung ketika terjadi dialog antara Presiden yang beken disapa dengan pangilan Jokowi dengan petani saat membuka Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) Tahun 2018, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/6).
Setelah memberikan arahan, seperti biasa kepala negara memanggil sejumlah petani sesuai komoditas ditanami. Nah, Prof DR Akhmad Mujahidin MAg merupakan yang pertama tampil ke depan. Usahanya berkebun buah lengkeng. Selain itu ada petani cabai, lada dan kopi.
Setelah berada di samping Jokowi bersama tiga rekannya, petani bergelar profesor yang berasal dari Kabupaten Kampar ini diminta memperkenalkan diri terlebih dahulu.
“Prof Dr Akhmad Mujahidin,” ucapnya.
“Siapa tadi?” ucap Presiden kembali bertanya dengan nada penasaran.
“Profesor Doktor Akhmad Mujahidin. Panggilan Mujahidin. Saya dari Riau. Dulu asal dari Malang, ikut transmigrasi orangtua tahun 1981 ke Riau, sejak umur sepuluh tahun,” ucapnya.
Pria berpeci hitam yang sudah berada di Riau selama 35 tahun ini pun bersyukur, karena profesinya tidak hanya sebagai petani, tapi juga dosen.
“Dengan izin Allah saya menjadi dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau,” lanjut Mujahidin.
“Sebentar-sebentar, dosen apa petani?” ucap Jokowi kembali menimpali dengan pertanyaan. Sekaligus meyakinkan yang dipanggilnya ke depan benar-benar petani.
“Saya sekarang sudah jadi dosen, tapi basic-nya petani. Tetap bertani walau jadi dosen,” jelas pemilik kebun di Lipat Kain, Sungai Geringging, Kampar.
Kepada Presiden, Mujahidin bercerita memiliki lahan seluas 30 hektare, tapi hanya 7,5 hektare yang ditanaminya dengan lengkeng. Saat ini, buah-buahan itu sudah belajar berbunga. Dia memperkirakan sekitar 6 bulan ke depan mulai panen.
“Sebentar, tujuh setengah hektare ditanami lengkeng, sudah berapa tahun? Dua tahun. Sudah berbunga, kok cepat sekali. Terus, perkiraan nanti bisa produksi satu hektarenya lengkeng bisa dapat berapa ton?” tutur mantan pengusaha mebel ini bertanya.
“Ini saya memanggil konsultan yang dari Malang juga,” ucap Mujahidin.
“Sebentar, Bapak Profesor masih memakai konsultan?” ucap Jokowi kembali bertanya, diiringi tawa peserta ASAFF 2018. Pertanyaan itu dibenarkan pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum tersebut.
Dia melanjutkan, dalam satu hektare lahan ditanaminya sekitar 200 batang lengkeng. Setelah berbuah nanti setiap batangnya bisa menghasilkan sekitar 75 kg sekali panen. Itu sesuai dengan contoh yang ada di tempat konsultannya di Pekanbaru.
“Berarti (75 kg) dikali 200 (batang, red)?” Presiden kembali bertanya.
Pertanyaan itu dijawab enteng oleh Mujahidin. “Dikalikan saja Pak,” katanya dengan nada memerintah, dan tanpa beban. Seisi ruangan kembali terbahak. Presiden Ketujuh RI pun meliriknya sambil tertawa.
Mantan gubernur DKI itu lantas mengira-ngira bahwa dalam satu hektare kebun legkeng itu bisa menghasilkan 15 ton sekali panen. Mujahdin kemudian menyebut pada saat ini harga per kilogramnya Rp35 ribu dipetik di pohonnnya.
“Sekarang lengkeng dipetik di pohon 35 ribu Pak, per kg. Makanya menanam lengkeng lebih produktif dibandingkan sawit sekalipun,” jelas Mujahidin.
“Coba dihitung lagi. Tadi satu kg 35 ribu, satu ton dikali seribu berarti Rp35 juta. Rp35 juta, satu hektare, kali tujuh setengah hektare,” tutur mantan wlai kota Surakarta itu.
Jika dihitung dengan harga Rp 35 ribu/kg, untuk 1 hektare kebun yang menghasilkan 15 ton sekali panen, uangnya mencapai Rp 525 juta. Benih unggul yang ditanam Mujahidin ini panennya dua kali satu tahun.
Selain itu, dia juga mengungkap bahwa konsultan pertaniannya telah mengatur periode panen untuk lengkeng yang totalnya berjumlah 1.850 pohon di lahan seluas 7,5 hektare.
“Periodenya oleh konsultannya dibuat panen enam bulan sekali. Panennya disesuaikan dengan kondisi pasar. Jadi misalnya panen satu hektare, yang lain diistirahatkan, sehingga sepanjang tahun bisa panen,” pungkasnya.
Korporasi Petani
Pada acara yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan jajaran, serta Ketua Umum HKTI yang juga Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Presiden mendorong adanya korprasi petani.
Dia mencontohkan untuk petani padi, mereka jangan lagi menjual gabah tetapi harus bisa memasarkan produksi pertanian mereka dalam bentuk produk siapa pakai yaitu beras. Begitu juga untuk kopi dan komoditas lainnya.
“Jangan sampai petani kita arahkan terus menjual gabah. Stop itu. Petani harus bisa menjual beras. Tetapi beras harus bentuk kemasan, karena keuntungan ada di situ dan petani harus bisa menjual sampai ke konsumen,” ucap Jokowi.
Hal itu menurutnya bisa dilakukan dengan syarat petani tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri. Harus ada yang namanya kelompok petani dalam skala besar semacam koorporasi gabungan kelompok tani (Gapoktan). Sehingga ada skala ekonomisnya. Bila swasta bisa besar, Presiden meyakini petani juga bisa.
“Saya menawarkan mengkorporasikan petani. Buat korporasi Poktan atau Gapoktan sehingga petani terorganisir dalam jumlah besar di setiap daerah. Pengelolaan harus profesional,” tutur suami Iriana.
Para petani menurutnya jangan cuman mengerti urusan bercocok tanam, tapi harus memahami ilmu pemasaran. Sebab, di situlah keuntungan terbesar bisa diperoleh.
“Karena keuntungan terbesar, sekali lagi, bukan saat kita menanam atau panen. Tapi keuntungan terbesar pasca panen nya. Karena keuntungan ada di situ dan petani harus bisa menjual sampai ke konsumen,” tambahnya.(fat)