JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tunggakan tagihan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada instansi rumah sakit semakin bertambah. Akibat tertunggaknya klaim tersebut, tak jarang RS swasta malah gulung tikar.
Berdasarkan catatan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), tunggakan BPJS Kesehatan pada 2019 telah mencapai Rp19 triliun.
Akibatnya, banyak rumah sakit yang didera kendala operasional, seperti putusnya pasokan obat dari para vendor karena ketiadaan dana, hingga tunggakan gaji kepada para dokter.
Hingga kini, belum ada solusi memuaskan bagi pemaku kepentingan jasa kesehatan tersebut. Sebaliknya, pemerintah dan dewan kemungkinan mengambil langkah menaikan iuran agar memangkas defisit BPJS Kesehatan tersebut.
Praktisi kesehatan Prof. Yos Effendi Sutanto selaku Dewan Pembina Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (Permapkin) mengakui bahwa pengelolaan BPJS Kesehatan menyebabkan keuangan banyak RS tersandung.
Menurutnya, dengan pencairan klaim yang menunggu waktu lama, membuat pengelola RS kelimpungan menutup ongkos operasional.
Menurutnya, saat ini merupakan waktu paling baik untuk membenahi BPJS.
"Tidak berlarut-larut, selagi ada pergantian pejabat di kabinet baru, diupayakan adanya solusi komprehensif," ungkapnya.
Dia mengutarakan terdapat beberapa problem mendasar dalam pengelolaan BPJS Kesehatan yang dianggap mengorbankan RS. Karena itu, solusi perbaikan tidak sekadar kebijakan menaikan iuran.
"Yang pertama itu, batasan manfaat harus jelas. Kan ini asuransi sosial, kalau asuransi kan selalu batasan jelas," ungkap Yos.
Dia memastikan hingga kini belum ada pihak yang mendefinisikan secara tepat batasan manfaat tersebut.
"Padahal sudah jelas, bahwa yang dipenuhi itu kebutuhan dasar kesehatan," sambung Yos.
Lebih jauh, selama ini dalam pengelolaan BPJS, kerapkali terjadi subsidi salah sasaran.
"Pelaksanaan gotong royong terbalik, kalau dari data klaim BPJS bagi warga miskin tidak tekor, yang rugi segmen peserta yang bukan penerima upah bukan PBI," simpul Yos.
Untuk kasus tunggakan BPJS Kesehatan yang menjerat banyak RS swasta, Periset NMC Group Goenardjoadi Goenawan mengajukan solusi seperti pembenahan manajemen klaim. Pertama, sebutnya, yaitu memanfaatkan sistem e-katalog.
Berkat sistem e-katalog, baik pihak RS maupun BPJS, bisa memantau jumlah dan jenis klaim, termasuk dengan harga pokok yang dipatok.
"Maka terlihat jelas tagihan untuk keperluan apa, apakah operasi bedah, atau perawatan sakit ringan. Bilamana sudah ketemu, maka jelaslah dimana biangkeroknya," kata Goenardjoadi.
Selain itu, bisa pula dilakukan analisa manajemen klaim. Saat ini RS membuat invoice tagihan berdasarkan tindakan dokter. Dengan kata lain, dokter yang menentukan segalanya.
"Invoice tagihan ini dikirim kepada BPJS dianggap piutang padahal tagihan tersebut tidak comply (turut) kepada aturan klaim BPJS," ungkap Goenardjoadi.
Karena itu, simpulnya, RS harus menyelenggarakan compliance sistem yaitu manajemen klaim.
"Jadi bisa sesuai nantinya," tandas Goenardjoadi.(chi/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal