JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Terpidana kasus suap terkait permohonan pembelian gula impor ke Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumatera Barat, Irman Gusman resmi menghirup udara bebas pada Kamis (26/9) malam WIB. Irman bebas setelah Mahkamah Agung (MA) mengurangi masa tahanan mantan Ketua DPD RI itu menjadi tiga tahun penjara.
Terkait bebasnya Irman, Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar menyanyangkan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA). Erwin menilai, MA tidak mempunyai ukuran yang jelas dalam memvonis putusan PK.
"Saya melihat MA tidak punya ukuran yang jelas terkait standar dan kualitas putusan. Seharusnya MA punya guideline standar putusan tentang kasus apa saja yang bisa diterima lembaganya atau tidak," kata Erwin kepada JawaPos.com, Jumat (27/9).
Erwin menyesalkan sikap MA yang mengurangi hukuman Irman menjadi tiga tahun penjara di tengah situasi demokrasi Indonesia yang tengah memanas. Terlebih DPR dan Pemerintah belum lama ini mengesahkan revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
"Saya melihat politik hukum MA sangat terpengaruh dengan arah kebijakan antikorupsi secara nasional. Kalau arahnya kebijakan antikorupsi membaik, maka tren putusan MA juga membaik. Begitu juga sebaliknya," sesal Erwin.
Oleh karena itu, Erwin memandang MA seharusnya punya standar hukum apa saja kasus yang dapat diajukan upaya hukum PK, terlebih perkara korupsi. Karena dalam pertimbangan hakim, MA bisa merendahkan dan meninggikan hukuman.
"Dengan adanya sistem kamar, harusnya hal semacam ini dapat dicegah. Dengan kata lain, putusan ini mengidentifikasikan bahwa sistem kamar MA sebenarnya tidak berfungsi," tegas Erwin.
Sebelumnya, mantan Ketua DPD RI Irman Gusman resmi menghirup udara bebas pada Kamis (26/9) malam. Irman bebas setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua DPD RI itu.
"Eksekusi bebas atas nama Irman Gusman berdasarkan dari putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 97 PK/PID.SUS/2019,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Jawa Barat, Abdul Haris melalui keterangan tertulis, Jumat (27/9).
Irman sebelumnya mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi majelis hakim Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian mengabulkan peninjauan kembali mantan Ketua DPD tersebut dengan mengubah hukuman pokok dari 4 tahun 6 bulan penjara menjadi 3 tahun dan denda Rp50 juta.
Namun, hakim peninjauan kembali (PK) tetap mempertahankan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah Irman menjalani hukuman pokok.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi